Harga Murah Tidak Lagi Jamin Masa Depan di Era Kebijakan Tarif Trump

Saya masih sangat mengingat saat Temu, sebuah platform e-commerce asal Cina, mulai booming di pasaran global. Iklannya menjamur di media sosial, menawarkan produk-produk berkualitas tinggi dengan harga terjangkau menggunakan tagline yang mempesona: "Beli seperti seorang miliarder." Siapa yang tidak tertarik?

Saya jadi penasaran juga, buka aplikasinya, dan kaget saat melihat harganya ---yang harus saya akui--- sangat tidak masuk akal. Segala sesuatu di sana cukup murah, mulai dari headset sampai pakaian untuk anak-anak.

Namun, dibalik ungkapan "harga rendah" tersebut, tersembunyi sebenarnya biaya tinggi yang saat ini harus ditanggung oleh induk perusahaan yaitu PDD Holdings.

Laba Ambles, Raksasa Terguncang

Pada laporan keuangannya untuk kuarter pertama tahun 2025, PDD Holdings mencatatkan penurunan laba bersih senilai 47% hingga menjadi 14,74 miliar yuan atau sekitar Rp33,3 triliun. Angka tersebut terlihat signifikan secara teoritis. Namun dalam konteks bisnis modern, pengurangan separuh dari total pendapatan hanya dalam waktu tiga bulan merupakan peringatan serius bagi perusahaan ini.

Mengapa demikian? Alasannya ada dua: persaingan harga di internal negara dan persaingan perdagangan internasional.

Di Tanah Airnya Sendiri, Tidak Ada lagi Raja

PDD awalnya terkenal karena menggunakan strategi biaya sangat rendah melalui platform Pinduodindo. Cara berbelanja "bergabung bersama untuk mendapatkan harga eceran" pernah menjadi trend. Namun, trend ini sekarang mulai menghadapi batasan. Konsumen online di China, terlebih lagi di kota-kota besar seperti Shanghai dan Beijing, semakin cerdas dan meminta mutu serta kenyamanan yang lebih baik.

Pada waktu yang bersamaan, para pesaing utama seperti Alibaba dan JD.com tidak tinggal diam. Meskipun Alibaba tengah mengalami kesulitan—laporannya tentang finansial belum sesuai dengan harapan pasar—they tetap memiliki aset penting yaitu ekosistem besar beserta pangsa pelanggan setia. Di sisi lain, JD.com malah semakin berkembang karena menerapkan sistem penukaran produk serta meningkatkan kualitas servis distribusinya.

Kompetisi semakin sengit. Harga diatur dengan cara sehingga laba menjadi sangat nipis. Ini tidak hanya tentang perselisihan inovatif, tetapi lebih kepada peperangan untuk kelangsungan hidup.

Takdir Pilu Bertemu di Luar Negeri

Bila situasi di dalam negeri saja telah kompleks, keadaan di luar negeri justru semakin menambah beban. Di Amerika Serikat, Temu yang dulu merupakan fenomena besar sekarang terdampak oleh perselisihan perdagangan antara AS dan China.

Pekan lalu, Presiden Donald Trump mengeluarkan kebijakan tariff tambahan senilai 120% bagi beragam barang buatan Cina. Sebagai akibatnya, Temu dengan independen mencabut ratusan item dagangan berasal dari China, sementara itu mereka hanya menampilkan produk-produk lokal yang bebas dari pajak tersebut.

Setelah itu, Trump mengizinkan fleksibilitas dengan menurunkan tarif untuk kategori 'de minimis' dari 120% hingga 54%, hanya berlaku untuk produk yang bernilai kurang dari US$100 (sekitar Rp1,6 juta). Meskipun demikian, hal ini masih merupakan dampak signifikan ketika dibandingkan dengan periode sebelum perang perdagangan—saat itu barang dengan nilai di bawah US$800 (setara Rp13 juta) tidak dikenakan biaya impor. Ini terus menjadi sebuah tantangan besar.

Kepala dan Co-CEO PDD, Chen Lei, dengan jujur mengaku:

Kebijakan luar negeri yang berubah drastis terutama mengenai tarif memberikan tekanan besar bagi para pedagang kita.

Lebih menyakitkan lagi, Temu saat ini juga sudah dilarang di Indonesia, sebuah pasar yang amat penting di ASEAN. Langkah ini diambil oleh pemerintah Indonesia sebagaimana salah satu upaya memperkuat peraturan perdagangan elektronik antar negara serta melindungi bisnis lokal.

Dengan kedua gerbang utama yang terkunci --- Amerika Serikat dan Indonesia --- Temu merasakan keterbatasan dalam pergerakannya di kancah internasional.

Globalisasi Kurang Teguh Yang Hancur

Cerita tentang Pertemuan Sebenarnya mencerminkan bentuk globalisasi yang lebih terjangkau. Membawa produk-produk dari Tiongkok ke pasar internasional dengan harga seminimal mungkin, sementara tetap memangkas biaya transportasi dan operasional.

Namun, dunia telah bertransformasi. Kini konsumen semakin peduli tentang isu-isu seperti keberlanjutan, perlindungan data, serta etika dalam bisnis. Pemerintah di banyak negara pun mulai melindungi pasar mereka dari arus produk murah yang dapat meruntuhkan sektor industri lokal.

Temu, serta PDD pada umumnya, tengah mencapai pembatasan dari cara kerja bisnis mereka masing-masing.

Apa Saja Kemampuan PDD?

Perusahaan ini harus mengalami transformasi, bukan hanya bertahan. Berikut beberapa poin utama yang sebaiknya dipertimbangkannya:

Mengekspansi pasar secara internasional, lebih dari sekedar mengandalkan pangsa pasarnya di Amerika Serikat dan Asia Tenggara saja. Namun demikian, hal ini juga memiliki tantangan tersendiri sebab peraturan yang semakin ketat saat ini menyebar hingga ke berbagai belahan dunia lainnya. Membentuk rasa percaya di kancah global melalui peningkatan mutu barang dagangan, perlindungan atas informasi pribadi konsumen serta pengoptimalan servis kepada para pembeli menjadi suatu prioritas. Bekerjasama dengan entitas setempat di masing-masing wilayah sasarannya guna mendapatkan otoritas operasional yang kuat dan patuh terhadap aturan-aturan yang tengah diberlakukan oleh daerah tersebut. Menginvestasikan modal dalam bidang identitas merek dan penciptaan ide baru daripada cuma melakukan diskon harga.

Kesimpulan: Hemat Bukan Berarti Menang

Cerita tentang PDD dan pertemuan tersebut mengajarkan bahwa biaya rendah bukannya jawaban dari semua masalah. Di era yang kian rumit—di mana hubungan antarnegara menjadi tak menentu dan para pembeli semakin memahami nilai produknya—pendekatan tradisional sudah tidak cukup untuk mencapai kesuksesan.

Harganya mungkin terjangkau. Namun, kepercayaan, kualitas, serta berkelanjutannya merupakan aset utama dalam transaksi di masa mendatang.

Terus Semangat!!! Tetap Semangat...

Sebab dunia bisnis digital hanya bakal dikuasai oleh orang-orang yang sanggup menyesuaikan diri secara cepat serta memandang jauh kedepan.

Penulis: Merza Gamal (Dewan Penasihat dan Konsultan Perubahan Budaya Korporat)

Posting Komentar untuk "Harga Murah Tidak Lagi Jamin Masa Depan di Era Kebijakan Tarif Trump"