Tiga Oknum Advokat Bungkam Wartawan di Purwokerto: Sebuah Ancaman Terhadap Kebebasan Jurnalistik - MENGGAPAI ASA

Tiga Oknum Advokat Bungkam Wartawan di Purwokerto: Sebuah Ancaman Terhadap Kebebasan Jurnalistik

Tiga Oknum Advokat Bungkam Wartawan di Purwokerto: Sebuah Ancaman Terhadap Kebebasan Jurnalistik

menggapaiasa.com — Kasus dugaan pembungkaman terhadap seorang wartawan kembali mencuat di Banyumas.

Melalui sebuah surat kuasa tertanggal 3 Desember 2025, Widhiantoro Puji Agus Setiono yang dikenal sebagai Baldy.

Seorang wartawan mengambil langkah hukum setelah dirinya menerima somasi dari seorang advokat bernama Sri Wityasno, S.H.

Somasi tersebut, sebagaimana tertuang dalam dokumen, mendorong Baldy untuk menunjuk empat advokat: H. Djoko Susanto, S.H., Gema Etika Muhammad, S.H., Wahidin, S.H., dan Eko Prihatin, S.H., guna menyusun Surat Jawaban atas Somasi yang diterimanya pada 2 Desember 2025.

Somasi yang Dianggap Bentuk Intimidasi

Dalam pernyataannya, Baldy menilai somasi itu bukan sekadar pemberitahuan hukum biasa.

Ia menyebutnya sebagai indikasi nyata upaya pembungkaman terhadap kerja jurnalistik, terutama karena substansi somasi berkaitan dengan kegiatan liputannya sebagai wartawan.

Menurutnya, tindakan tiga oknum advokat yang terlibat dalam proses somasi tersebut dapat diinterpretasikan sebagai tekanan hukum yang berpotensi membatasi ruang gerak pers.

“Ini bukan sekadar perkara pribadi, tetapi persoalan kebebasan pers. Wartawan tidak boleh dibungkam dengan ancaman somasi,” demikian yang tersirat dari mandat kuasa yang ia berikan.

Mandat Kuasa: Bentuk Perlawanan Terhadap Tekanan*

Dalam dokumen resmi tersebut, Baldy memberi kuasa khusus kepada para advokat untuk:

Menyusun dan mengajukan jawaban atas somasi,

Mewakili dirinya dalam seluruh proses pemeriksaan,

Menghadapi instansi atau pejabat terkait,

Mengajukan keberatan, pernyataan, hingga keberatan saksi-saksi,

Mengambil langkah hukum lain yang diperlukan demi melindungi kepentingannya.

Langkah pemberian kuasa ini merupakan sinyal bahwa tekanan yang ia terima dianggap serius dan berpotensi mengganggu independensi jurnalistik.

Konteks yang Lebih Luas: Kebebasan Pers di Daerah

Peristiwa ini menambah deretan dugaan intimidasi terhadap wartawan di tingkat daerah. Pers kerap menghadapi tekanan dari berbagai pihak—baik lembaga, tokoh masyarakat, maupun pejabat—melalui ancaman laporan polisi, somasi, atau tekanan profesional lainnya.

Kasus Baldy menjadi potret bagaimana mekanisme hukum dapat dipakai sebagai alat untuk menekan kerja jurnalistik, terutama ketika pemberitaan dianggap tidak menguntungkan pihak tertentu.

Pentingnya Perlindungan terhadap Jurnalis

Organisasi pers lokal menyebut bahwa somasi terhadap wartawan bukanlah pelanggaran hukum, namun dapat berubah menjadi intimidasi apabila digunakan untuk menghalangi tugas jurnalistik yang sah.

Kebebasan pers dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Karena itu, setiap sengketa pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui mekanisme hak jawab atau hak koreksi, bukan melalui tekanan hukum yang bersifat membungkam.

 

Penutup

Kasus dugaan pembungkaman wartawan yang melibatkan tiga oknum advokat di Purwokerto ini menjadi alarm penting bahwa kebebasan pers masih menghadapi ancaman serius.

Di tengah tugas wartawan yang terus mencari fakta dan mengungkap kebenaran, penggunaan jalur hukum secara tidak proporsional dapat menjadi alat untuk membungkam suara kritis.

Langkah perlawanan hukum yang dipilih Baldy menunjukkan bahwa wartawan tidak boleh berjalan sendirian dalam menghadapi tekanan—kebebasan pers adalah kepentingan publik, bukan hanya kepentingan profesi.***

Posting Komentar untuk "Tiga Oknum Advokat Bungkam Wartawan di Purwokerto: Sebuah Ancaman Terhadap Kebebasan Jurnalistik"