Save the Children: Dalam bencana, konflik dan krisis iklim, perlindungan anak harus diprioritaskan - MENGGAPAI ASA

Save the Children: Dalam bencana, konflik dan krisis iklim, perlindungan anak harus diprioritaskan

PIKIRAN RAKYAT - Anak-anak menjadi kelompok paling rentan dalam situasi bencana, konflik, dan krisis iklim. 

Oleh sebab itu, perlindungan anak harus menjadi inti dari setiap respons kemanusiaan, dengan komunitas lokal sebagai aktor utama di garis depan. 

Hal tersebut disampaikan CEO Save the Children Netherlands dan CEO Sponsor Save the Children global, Pim Kraan, berdasarkan pengalamannya memimpin operasi kemanusiaan di berbagai negara.

“Anak-anak terdampak secara fisik dan mental dalam bencana berskala besar. Pengalaman kami menunjukkan bahwa komunitas lokal justru paling siap dan paling cepat melindungi anak-anak,” ujar Pim Kraan dalam keterangan persnya, Minggu 14 Desember 2025.

Ia mengatakan, solusi yang berkelanjutan hanya dapat tercapai jika organisasi internasional membangun jaringan kerja yang kuat dengan mitra lokal, serta menambahkan nilai dalam rantai bantuan, bukan mengambil alih peran mereka. Pendekatan ini, menurutnya, terbukti efektif di wilayah konflik dan krisis.

Pengalaman Pim Kraan dalam mengoordinasi respons banjir Mozambik tahun 2000 dan tsunami Asia 2004 juga menunjukkan pentingnya kepemimpinan lokal dalam respons darurat. 

Dia menilai masyarakat setempat memahami kebutuhan mereka sendiri, sehingga asesmen dan pengambilan keputusan seharusnya dipimpin oleh aktor lokal yang menguasai bahasa dan konteks sosial.

“Investasi awal yang berkelanjutan jauh lebih penting daripada intervensi jangka pendek. Ketika pemerintah Mozambik dibekali peralatan dan pelatihan, mereka mampu menangani bencana berikutnya secara mandiri,” katanya.

Seiring meningkatnya bencana terkait perubahan iklim, Pim Kraan menyebut anak-anak semakin rentan mengalami perpindahan, putus sekolah, kekurangan gizi, hingga trauma psikologis. Karena itu, Save the Children mendorong perubahan pendekatan dalam rantai nilai bantuan kemanusiaan.

Saat ini, Save the Children memilih memperkuat mitra lokal dengan keahlian, jaringan, dan advokasi, serta memberi ruang pendanaan langsung bagi mereka. Organisasi tersebut bahkan memutuskan tidak lagi mengambil dana country-based pooled funds PBB agar dapat diakses langsung oleh mitra lokal.

Dalam kerja kolaborasi multi-lembaga, Pim Kraan menegaskan pentingnya menghormati peran pemerintah nasional dan lokal. Menurutnya, program kemanusiaan akan lebih berkelanjutan jika dirancang bersama dengan melibatkan suara komunitas terdampak.

Tekanan besar

Namun, ia mengingatkan bahwa sistem kemanusiaan global saat ini berada dalam tekanan besar akibat krisis pendanaan. Seruan kemanusiaan global PBB disebut mengalami kekurangan dana lebih dari 50 persen, sehingga banyak kebutuhan penyelamatan jiwa tidak dapat dipenuhi.

“Ini situasi yang sangat memprihatinkan dan menunjukkan bahwa sistem kemanusiaan perlu diperkuat secara serius,” ujarnya.

Pim Kraan juga menyoroti peran penting komunitas lokal sebagai first responder. Save the Children, yang bekerja di lebih dari 100 negara, telah mengembangkan Humanitarian Leadership Academy untuk melatih responder garis depan melalui platform pembelajaran daring, guna meningkatkan kapasitas dan melokalkan respons kemanusiaan.

Di sisi lain, ia mencatat adanya penurunan komitmen global terhadap hukum humaniter internasional dalam dua dekade terakhir, yang berdampak pada keselamatan pekerja kemanusiaan dan akses terhadap populasi terdampak, termasuk di kawasan Asia Tenggara.

Terkait krisis migrasi dan pengungsi, Pim Kraan menekankan bahwa anak-anak yang berada dalam perjalanan merupakan kelompok yang sangat rentan. Ia menilai pendekatan global yang lebih menekankan pengetatan migrasi justru memperparah trauma dan risiko bagi anak-anak.

“Anak-anak berhak untuk didengar, mendapatkan pendidikan, dan perlindungan. Tanpa itu, kita mempertaruhkan masa depan generasi yang seharusnya menjadi pemimpin di masa depan,” katanya.

Dalam konteks transformasi digital, Pim Kraan menjelaskan bahwa teknologi memainkan peran krusial dalam mempercepat bantuan. Save the Children, misalnya, mampu menyalurkan dana kemanusiaan global dalam waktu 24 jam kepada mitra di Suriah pascagempa Turki–Suriah, meski akses fisik sangat terbatas.

Pim Kraan membagikan pelajaran dari pendirian Dutch Relief Alliance, di mana kolaborasi pemerintah, NGO internasional, dan mitra lokal dibangun dalam satu platform bersama. Model co-creation tersebut dinilai mampu meningkatkan efektivitas, mengurangi risiko, dan memastikan bantuan lebih tepat sasaran.

“Kemitraan yang saling menghormati, berbagi risiko, dan berfokus pada nilai tambah masing-masing adalah kunci respons kemanusiaan yang kuat dan berkelanjutan,” katanya. (*)

Posting Komentar untuk "Save the Children: Dalam bencana, konflik dan krisis iklim, perlindungan anak harus diprioritaskan"