Cerita perajin patung Yesus di Jepara: Sepuluh tahun menyatu dengan kayu, doa, dan ketekunan

menggapaiasa.com, JEPARA - Di sebuah sudut Desa Bandengan, RT 10 RW 3, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara dentingan pahat terdengar sabar memecah keheningan.
Di bawah rindang pohon dan di antara serpihan-serpihan kayu yang berserakan, Suwantomo akrab disapa Tomo (47) tengah menuntaskan sosok Yesus setinggi hampir tiga meter.
Gerak tangannya pelan, tapi pasti.
Sesekali ia berhenti, menatap dalam karya yang sedang ia bentuk, seolah memastikan bahwa setiap lekukan memancarkan pesan rohani yang ingin ia sampaikan.
“Udah lama saya bikin patung rohani Yesus, kira-kira sepuluh tahunan,” kata Tomo kepada Tribunjateng, Selasa (9/12/2025).
Tapi perjalanan itu tak dimulai dari patung rohani.
“Awalnya saya ngukir saja. Setelah itu bikin patung hewan. Baru setelah ikut Mas Dandi Bukit Akar, akhirnya menekuni patung rohani," ujarnya.
Dari Ukir, Hewan, hingga Patung Yesus
Perjalanan seni Tomo bukan proses semalam.
Ia mulai mengenal dunia ukir sejak duduk di bangku SMP, sekitar tahun 1992.
Dari waktu itu, tangannya tak pernah benar-benar lepas dari serat kayu.
Mengukir menjadi rutinitas, bahkan bagian dari hidup.
Namun, seiring perkembangan zaman, permintaan ukiran mulai sepi.
“Ukir kan agak sepi sekarang,” ungkapnya.
Dari situ ia mulai mencari jalur baru.
Patung rupanya memberi ruang bagi kreativitas yang lebih luas, sekaligus peluang kerja yang lebih ramai.
Baru sekitar tahun 2015 ia benar-benar beralih fokus ke patung.
“Menekuni patung itu sepuluh tahunan,” katanya.
Dan dari situlah namanya mulai dikenal, terutama untuk karya-karya patung rohani, khususnya figur Yesus.
Karya besar yang lahir dari kayu utuh
Patung raksasa setinggi 2 meter 90 sentimeter itu adalah salah satu pesanan khusus dari Jakarta.
Dibuat dari satu kayu utuh, proses pengerjaannya menuntut tenaga, pikiran, dan ketelitian ekstra.
“Tantangannya ya beratnya itu. Angkat-angkat kayunya, terus mikir terus, ganti-ganti model,” ucapnya sambil menunjuk batang kayu besar yang kini tinggal setengah menjadi sosok Yesus memberkati.
Selain itu, ia menggambarkan proses kreatif yang tak pernah sekali jadi.
Satu patung besar seperti ini bisa memakan waktu dua bulan.
Jika pesanan datang terus, dalam setahun ia bisa menyelesaikan lima karya raksasa.
Namun baginya, tidak ada satu pun yang benar-benar mudah.
“Sulit semua. Punya kesulitan masing-masing,” jelasnya.
Selain Patung, Relief Pun Tetap Hidup
Walau kini fokus pada patung, Pak Tomo tetap melayani pembuatan relief seni ukir yang dulu menjadi pijakan awal perjalanan seninya.
Untuk ukuran 40 x 40 cm, ia biasanya membutuhkan satu minggu pengerjaan, tergantung detail dan kerumitannya.
“Selain patung, ya relief dan patung hewan juga masih buat,” jelasnya.
Dari desa kecil ke pemesan kota besar
Karya-karya Tomo kini melintasi kota hingga pulau.
Dari Bandengan yang sederhana, patung-patungnya melangkah jauh menuju rumah ibadah, galeri, dan kolektor di berbagai daerah, termasuk Jakarta.
Namun bagi Tomo, bukan soal sejauh apa karyanya pergi.
Yang penting adalah bagaimana ia meleburkan ketekunan, iman, dan kesabaran dalam setiap pukulan pahat.
“Saya dari dulu ya suka kerja seperti ini. Dari SMP,” tuturnya.
Ketika ditanya apa yang membuatnya bertahan, ia hanya menatap kayu yang sedang dikerjakan lalu berkata pelan.
“Ya karena ini hidup saya," ujarnya.
Seni yang menyatu dengan napas
Tidak setiap hari seorang perajin bisa duduk tenang di depan kayu utuh, mengubah bongkahan keras itu menjadi figur yang dianggap sakral oleh jutaan umat.
Namun Tomo melakukannya dengan sederhana, tanpa filosofi rumit, tanpa slogan indah.
Ia punya hanya pengalaman sejak 1992, ketekunan yang tak lapuk, dan rasa cinta pada pekerjaannya.
Dari rumah kayu di Desa Bandengan inilah, karya-karya rohani tercipta.
Dari tangan seorang pria yang menjadikan kayu bukan sekadar bahan, tetapi perpanjangan doa, perpanjangan hidup, dan perpanjangan kesabaran.
Dari setiap patung Yesus yang ia bentuk, ada bagian dari dirinya yang ikut ia serahkan pelan, tenang, dan penuh ketulusan. (Ito)
Posting Komentar untuk "Cerita perajin patung Yesus di Jepara: Sepuluh tahun menyatu dengan kayu, doa, dan ketekunan"
Posting Komentar