Bencana Banjir Sumatera: Kombinasi Siklon Tropis Senyar dan Krisis DAS Kritis
menggapaiasa.com - Bencana banjir dan longsor yang melanda Sumatera disinyalir bukan hanya fenomena alam murni, melainkan diperburuk oleh kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sangat kritis akibat masifnya deforestasi dan alih fungsi lahan. Bencana banjir di Sumatera memiliki pemicu alam yang spesifik dan tidak umum, yaitu Siklon Tropis Senyar. Siklon ini terdeteksi berada di Selat Malaka pada tanggal 25 hingga 27 November 2025. Fenomena ini disebut-sebut bisa menjadi alasan bagi pemerintah untuk mengklasifikasikan bencana ini sebagai bencana alam murni.
Meskipun ada pemicu alam, kondisi lingkungan di Sumatera menunjukkan kerentanan yang ekstrem:
- Kekritisan DAS: Hampir di semua DAS di Pulau Sumatera, Tutupan Hutan Alam di masing-masing DAS kurang dari 25%. Kondisi ini mengindikasikan bahwa hampir semua DAS di Pulau Sumatera berada dalam kondisi kritis.
- Sisa Hutan: Luas Hutan Alam di Pulau Sumatera saat ini diperkirakan hanya tersisa antara 10-14 juta hektar, atau kurang dari 30% dari total luas pulau.
Alih Fungsi Lahan Masif Picu Deforestasi
Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui NFMS Simontana menunjukkan adanya alih fungsi hutan alam yang signifikan antara tahun 1990 hingga 2024:
Alih Fungsi Utama: Banyak hutan alam di Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Aceh, dan Sumatera Barat (Sumbar) beralih fungsi menjadi Perkebunan, Pertanian Lahan Kering, dan Hutan Tanaman.
Kasus DAS Batang Toru dan Potensi Erosi
Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru di Sumatera Utara diklasifikasikan sebagai wilayah yang perlu Dipulihkan.
Alih Fungsi Hulu-Hilir: Bagian hulu DAS Batang Toru telah beralih fungsi menjadi Pertanian Lahan Kering , sementara bagian hilirnya telah beralih fungsi menjadi Perkebunan.
Perizinan: Areal perizinan berbasis lahan dan ekstraktif di DAS Batang Toru tercatat seluas 94 ribu hektar (28%) dari luas DAS, yang didominasi oleh PBPH, Izin Usaha Pertambangan, dan Perkebunan Kelapa Sawit. Keberadaan PLTA Batang Toru juga disoroti.
Erosi: Total potensi erosi di DAS Batang Toru setiap tahunnya mencapai 31,7 juta ton.
Kondisi DAS Kritis Lainnya
DAS lain yang menjadi perhatian di Sumatera meliputi:
- Aceh: DAS Krueng Geukuh, Krueng Pasee, dan Krueng Keureto.
- Sumatera Utara: DAS Kolang, Sibuluan, Aek Pandan, Badiri, dan Garoga.
- Sumatera Barat: DAS Anai, Antokan, Banda Gadang, Masang Kanan, Masang Kir, dan Ulakan Tapakis.
DAS Ulakan Tapakis misalnya, memiliki Luas Hutan Alam hanya 4 ribu hektar (21%) dari luas DAS, dengan deforestasi dari 1990-2022 tercatat seluas 6 ribu hektar (28%) dari luas DAS.
Respon Aktor Pemerintah
Beberapa aktor pemerintah telah mengeluarkan pernyataan yang mengaitkan bencana ini dengan kerusakan lingkungan:
- Prabowo Subianto dan Bahlil Lahadalia secara terpisah menyinggung kerusakan alam/lingkungan sebagai penyebab banjir-longsor di Sumatera.
- Pimpinan MPR menilai bencana di Sumatera bukan sekadar anomali iklim, melainkan dampak kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada aspek kelestarian dan keberlanjutan lingkungan.
- Eks-Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebut bahwa banjir dipicu oleh dua faktor: alam (hujan) dan non-alam (perubahan tata guna lahan dan kerusakan lahan), yang memicu perubahan iklim menjadi "lingkaran setan".
Wakil Menteri Kehutanan menyatakan akan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan hutan di area terdampak.***
Posting Komentar untuk "Bencana Banjir Sumatera: Kombinasi Siklon Tropis Senyar dan Krisis DAS Kritis"
Posting Komentar