Bangku kejujuran: Inisiatif Grow Space ajak generasi muda menyuarakan perasaan - MENGGAPAI ASA

Bangku kejujuran: Inisiatif Grow Space ajak generasi muda menyuarakan perasaan

Depok, 16 Desember 2025 — Pada Selasa pagi, pemandangan berbeda hadir di sepanjang kawasan Margonda Raya, Depok. Di antara padatnya arus kendaraan, deretan pusat kuliner, dan mahasiswa yang berlalu-lalang menuju kampus, sebuah bangku kayu sederhana tiba-tiba menjadi pusat perhatian. Bangku itu tidak besar, tidak disorot lampu, dan tidak didampingi panggung acara. Namun ratusan orang menghentikan langkahnya hanya untuk membaca kalimat yang terpampang pada papan putih di samping bangku tersebut: “Apa Penyesalan Terbesarmu? Duduk Dan Tulis Di Sticky Notes”.

Kalimat sederhana itu menjadi pemantik kehadiran Bangku Kejujuran, sebuah instalasi publik yang diinisiasi oleh Grow Space Community, komunitas kesehatan mental yang selama ini fokus menghadirkan ruang aman untuk curhat, belajar, dan mendapatkan dukungan emosional. Grow Space selama ini dikenal di ruang digital, namun di penghujung 2025 mereka memilih hadir langsung di ruang publik tepat di tengah kehidupan masyarakat yang padat dan bergerak cepat untuk menjangkau mereka yang selama ini merasa tidak punya tempat aman untuk bercerita.

Bangku Kejujuran menjadi ajakan bagi siapa pun untuk berhenti sejenak dari hiruk pikuk. Lewat bangku sederhana, tumpukan sticky notes berwarna pastel, dan sebuah whiteboard bersih, pengunjung diajak untuk menuliskan perasaan terdalam, penyesalan terbesar, atau beban emosional yang selama ini mereka pendam. Semua dilakukan secara anonim, tanpa tekanan, tanpa penghakiman, dan tanpa harus saling mengenal.

Dalam waktu singkat, bangku itu menjadi magnet. Sejak pukul sembilan pagi, aliran pengunjung tidak pernah berhenti. Mahasiswa Universitas Indonesia dan Universitas BSI datang bergantian. Pekerja muda yang baru turun dari ojek daring berhenti sebentar untuk mengamati. Pengendara sepeda dari arah Car Free Day berhenti setelah melihat kerumunan kecil. Bahkan beberapa orang yang awalnya hanya melihat dari jauh akhirnya menguatkan hati untuk duduk dan menulis.

Untuk Grow Space, respon ini menunjukkan bahwa instalasi publik bisa menjadi ruang yang menyentuh sisi terdalam manusia. “Kami ingin memberi ruang yang benar-benar aman di tempat yang biasanya tidak menyediakan ruang untuk perasaan,” ujar salah satu perwakilan Grow Space di lokasi. “Kadang yang dibutuhkan hanya tempat untuk jujur.”

Bangku Kejujuran bukan sekadar instalasi spontan. Inisiatif ini lahir dari keprihatinan mendalam terhadap meningkatnya masalah kesehatan mental di Indonesia maupun global. Berdasarkan laporan WHO 2024, satu dari delapan orang di dunia mengalami gangguan mental dan jumlah tersebut meningkat signifikan pada kelompok usia muda. Di Indonesia, situasi lebih memprihatinkan: 20 persen remaja mengalami stres berat atau depresi ringan, sering kali tanpa dukungan profesional maupun lingkungan yang mampu memahami kondisi mereka.

Sementara itu, temuan dari Jakpat pada 2023 menyebutkan bahwa 64 persen Gen Z merasa tidak memiliki “safe space” untuk curhat. Banyak dari mereka menyampaikan bahwa mereka ingin jujur, tetapi takut dianggap lemah, berlebihan, atau tidak cukup kuat menghadapi hidup. Di dunia digital, tren konten bertema “curhat”, “healing”, dan “mental health talk” terus meningkat hingga 48 persen dalam setahun terakhir, menandakan bahwa ruang emosional adalah kebutuhan yang semakin nyata.

Grow Space melihat adanya jarak besar antara kebutuhan tersebut dan ketersediaan ruang aman. Masyarakat ingin bercerita, tetapi tidak punya kanal untuk menyalurkan perasaan tanpa rasa takut. Ruang publik sering kali terlalu ramai, terlalu bising, terlalu penuh penghakiman. Media sosial menyediakan tempat untuk berbagi, namun tetap menyisakan rasa gentar karena kemungkinan komentar negatif, salah tafsir, atau stigma.

“Orang-orang ingin jujur, tetapi mereka butuh tempat yang mempersilakan mereka untuk jujur,” ujar tim Grow Space. “Bangku ini bukan solusi total. Ini hanya pintu kecil yang mengajak orang merasakan bahwa berbagi itu aman.”

Margonda pada hari itu seakan berubah. Di antara suara klakson, mesin mobil, dan langkah cepat para pejalan kaki, momen-momen sunyi tercipta di sekitar bangku. Ada yang menulis sambil menunduk dalam-dalam. Ada yang menggenggam sticky notes begitu lama sebelum akhirnya menempelkan pada papan refleksi. Ada yang duduk tanpa menulis apa pun, hanya memandangi tulisan orang lain. Ada pula yang menangis pelan sambil membaca pesan-pesan orang asing yang terasa begitu dekat dengan apa yang mereka rasakan.

Pesan-pesan yang tertempel memotret gambaran perasaan masyarakat yang selama ini tidak terdengar. Ada yang menyesal tidak memenuhi harapan orang tua, ada yang kehilangan sosok terdekat, ada yang merasa gagal menjalankan peran, dan ada pula yang menyimpan rasa bersalah bertahun-tahun. Beberapa pesan hanya berupa satu kalimat pendek, tetapi memiliki beban emosional besar.

“Aku menyesal membiarkan diriku hancur selama ini.”

“Aku berharap bisa meminta maaf kepada ibuku, tapi sudah terlambat.”

“Aku lelah menjadi kuat sendirian.”

“Aku ingin kembali mencintai diriku yang dulu.”

“Aku takut orang-orang pergi kalau tahu siapa aku sebenarnya.”

Pesan-pesan ini bukan hanya ungkapan personal, tetapi juga potret situasi emosional masyarakat urban yang dibayangi tekanan hidup. Meski berbeda latar belakang, pendidikan, dan pekerjaan, pesan-pesan tersebut menunjukkan bahwa rasa kesepian dan ketidakpastian tidak mengenal batas sosial.

Salah satu momen terpenting dalam kegiatan ini adalah sesi pembacaan pesan anonim. Grow Space menyiapkan area kecil yang sedikit lebih tenang dari arus utama pejalan kaki. Di sinilah sticky notes terpilih dibacakan oleh relawan dengan suara lembut dan penuh empati.

Ketika sesi dimulai, kerumunan yang awalnya berbicara satu sama lain berubah hening. Suasana yang biasanya riuh dengan suara kendaraan seakan redup ketika kalimat demi kalimat dibacakan. Banyak pengunjung berdiri sambil memeluk tas atau jaket mereka, seolah membutuhkan sesuatu untuk menggenggam diri. Yang lain terlihat mengusap mata.

Pembacaan ini menciptakan rasa kebersamaan yang tidak terduga. Setiap orang mendengar kisah orang lain yang tidak mereka kenal. Namun justru lewat anonimitas itulah empati tumbuh lebih kuat. “Ini bukan tentang mengenali siapa yang menulis,” ujar relawan. “Ini tentang mengakui bahwa kita semua membawa rasa sakit masing-masing.”

Menurut Tim Grow Space, dalam satu hari saja terdapat lebih dari 200 interaksi langsung dan lebih dari 150 sticky notes yang terkumpul. Angka ini menunjukkan betapa besar kebutuhan masyarakat akan ruang kejujuran. “Kami tidak menyangka antusiasme sebesar ini,” kata salah satu anggota tim. “Tetapi ini membuktikan bahwa banyak orang ingin didengar, meski hanya lewat tulisan pendek.”

Sebagian pengunjung menyatakan bahwa menulis sticky notes membuat mereka merasa lebih ringan. Beberapa bahkan meminta agar program ini diadakan secara rutin. Ada pula yang bertanya bagaimana cara bergabung dengan program konseling dan kelas mindfulness Grow Space.

Grow Space juga menyediakan QR code di lokasi untuk terhubung dengan layanan konseling, hotline, maupun komunitas belajar. Dengan cara ini, Bangku Kejujuran tidak hanya menjadi momen emosional sesaat, tetapi juga pintu menuju dukungan profesional yang lebih berkelanjutan.

Kegiatan ini tidak berhenti di ruang fisik. Tim dokumentasi Grow Space merekam proses dan momen-momen penting sepanjang hari. Rekaman ini nantinya akan dipublikasikan dalam bentuk video pendek TikTok dan Instagram Reels. Dengan tone lembut, visual close-up, dan pendekatan human-centric, konten ini diharapkan mampu menjangkau publik yang lebih luas.

Hashtag seperti #BangkuKejujuran, #YourVoiceMatters, dan #GrowSpaceCommunity digunakan untuk mengumpulkan konten organik dari pengunjung. Sejumlah pengunjung langsung mengunggah pengalaman mereka, dan dalam waktu singkat unggahan teaser telah menjangkau lebih dari 1.000 penonton.

Grow Space berharap momentum ini bisa menggerakkan lebih banyak media untuk mengangkat isu kesehatan mental yang masih sering disalahpahami. Dengan meningkatnya perhatian media, kesadaran masyarakat diharapkan dapat tumbuh, stigma dapat berkurang, dan lebih banyak orang mula-mula berani mengakui bahwa mereka butuh ruang aman.

Grow Space merupakan komunitas yang berfokus pada isu kesehatan mental. Mereka menyediakan ruang diskusi, kelas mindfulness, layanan konseling ringan, serta kanal dukungan emosional berbasis komunitas. Grow Space lahir dari keyakinan bahwa setiap orang berhak memiliki tempat aman untuk bicara.

Namun, salah satu tantangan terbesar mereka adalah masih minimnya awareness masyarakat mengenai keberadaan komunitas ini. Banyak yang belum mengetahui layanan yang mereka sediakan, dan tidak sedikit pula yang menganggap isu kesehatan mental sebagai sesuatu yang tabu. Karena itu, Bangku Kejujuran menjadi salah satu upaya Grow Space untuk membuka pintu dialog langsung kepada publik.

Grow Space ingin menunjukkan bahwa isu kesehatan mental bukan hanya isu medis, tetapi isu kemanusiaan. Setiap orang memiliki perasaan, beban, dan masa lalu yang perlu tempat untuk ditata kembali. Dengan menghadirkan pengalaman yang menyentuh, shareable, dan bermakna, Grow Space berharap dapat menjangkau lebih banyak orang khususnya remaja dan Gen Z yang selama ini menjadi kelompok paling rentan.

Melihat tingginya antusiasme masyarakat Depok, Grow Space berencana membawa program ini ke kota-kota lain seperti Bandung, Bekasi, Yogyakarta, dan Surabaya. Mereka ingin menghadirkan pengalaman serupa di ruang-ruang publik yang dekat dengan kehidupan anak muda: alun-alun kota, taman kota, area CFD, hingga sudut-sudut kampus.

Bagi Grow Space, ini bukan sekadar kampanye, tetapi gerakan yang ingin menjadikan ruang publik lebih manusiawi. “Jika satu bangku bisa membuat seseorang merasa lebih didengar hari ini, itu sudah cukup menjadi alasan untuk melanjutkan,” ujar perwakilan mereka.

Sebagai penutup aktivitas di Margonda, tim Grow Space mengumpulkan sticky notes yang telah ditempel pada papan refleksi. Kertas-kertas kecil itu menjadi dokumentasi emosional yang merekam suara-suara jujur warga. Bagi Grow Space, catatan itu adalah pengingat bahwa manusia pada dasarnya ingin didengar, bahkan ketika dunia luar bergerak terlalu cepat.

Bangku Kejujuran membuktikan bahwa ruang publik bisa menjadi ruang penyembuhan. Di tengah kesibukan dan tekanan hidup masyarakat urban, instalasi sederhana ini berhasil menghadirkan jeda emosional yang dibutuhkan banyak orang. Tidak ada terapi resmi, tidak ada pencatatan identitas, dan tidak ada syarat apa pun. Yang ada hanyalah bangku kayu, sticky notes, dan keberanian untuk jujur pada diri sendiri.

Dengan hadir di Margonda, Grow Space menunjukkan bahwa penyembuhan bisa dimulai dari langkah kecil: mengakui perasaan yang selama ini disembunyikan. Dan terkadang, langkah kecil itu bisa mengubah cara seseorang melihat hidupnya.

Posting Komentar untuk "Bangku kejujuran: Inisiatif Grow Space ajak generasi muda menyuarakan perasaan"