Viral Tumbler Tertinggal di KRL dan Hilang, MTI Jakarta Ingatkan SOP Layanan hingga Kelalaian Penumpang

menggapaiasa.com - Viralnya cerita seorang pengguna KRL yang Ketinggalan tumbler Tuku di perjalanan Tanah Abang–Rangkasbitung yang berujung tumbler hilang memanaskan linimasa di berbagai platform media sosial.
Cerita itu awalnya muncul dari unggahan akun Threads @anitadwdl yang merasa barangnya hilang dan kemudian menyeret nama seorang petugas keamanan PT KAI bernama Argi.
Di tengah riuh warganet yang berspekulasi, muncul kabar bahwa Argi bahkan nyaris kehilangan pekerjaannya akibat kegaduhan tersebut.
Kisah ini sontak menimbulkan perdebatan soal penanganan barang tertinggal di transportasi publik, kebijakan perusahaan, hingga tekanan opini publik terhadap petugas lapangan.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) DKI Jakarta, Yusa C. Permana, menilai kasus viral ini penting dijadikan pelajaran, baik bagi operator transportasi maupun pengguna layanan.
“Perihal pemberhentian memang hak prerogatif pemberi kerja, namun alangkah lebih baik putusan itu apabila terbukti dengan barang bukti bahwa yang bersangkutan adalah pelaku tindak pidana,” kata Yusa saat dihubungi menggapaiasa.com.
Ia menekankan bahwa insiden ini menunjukkan betapa krusialnya disiplin prosedur dan dokumentasi di lapangan.
Menurutnya, setiap penanganan barang tertinggal semestinya mengikuti standar yang memastikan keamanan petugas dan pengguna.
“Kejadian ini menunjukkan pentingnya disiplin dokumentasi dan SOP penanganan dalam pelayanan. Aspek kemanusiaan tetap sangat disarankan dalam koridor agar melindungi pengguna dan penyedia jasa,” ujarnya.
Yusa menambahkan bahwa kelengkapan informasi menjadi faktor kunci yang sering kali diabaikan.
Mulai dari mencatat kronologi, foto, hingga keterlibatan saksi sejak barang ditemukan sampai akhirnya diserahterimakan.
“Pentingnya kronologi, dokumentasi tertulis dan gambar, serta adanya saksi sejak saat penemuan barang hingga serah terima,” katanya.
Di sisi lain, ia mengingatkan bahwa penyedia jasa transportasi juga perlu memastikan pengguna memahami hak dan kewajiban mereka, termasuk mekanisme pelaporan dan kontak bantuan resmi.
Minimnya informasi sering menyebabkan publik memilih meluapkan keluhan di media sosial alih-alih menggunakan kanal formal.
“Pentingnya penyampaian informasi kepada pengguna terkait hak dan kewajiban, kontak bantuan atau aduan, dan prosedur yang perlu dilalui,” tegasnya.
Yusa juga menekankan batas layanan yang harus dimengerti kedua belah pihak. Tidak semua kejadian dapat dibebankan kepada operator jika memang dipicu oleh kelalaian penumpang.
“Termasuk di dalamnya kejelasan pelepasan tanggung jawab penyedia jasa untuk hal-hal yang sejak awal karena faktor kelalaian pengguna jasa,” ujarnya.
Menurutnya, PT Kereta Api Indonesia memiliki kewajiban memberikan pelayanan terbaik. Namun, layanan tambahan berdasarkan itikad baik petugas tidak selayaknya berubah menjadi sumber intimidasi atau kekhawatiran.
“PT Kereta Api sebagai penyedia jasa perlu memberikan pelayanan terbaik, namun harus jelas garis batas antara hal yang sifatnya kewajiban dengan hal yang sifatnya layanan tambahan berbasis itikad baik. Jangan sampai ketakutan maupun itikad baik justru saling menyandera,” tutur Yusa.
Di tengah derasnya arus informasi dan opini di media sosial, ia melihat kasus tumbler ini sebagai pengingat bahwa setiap layanan publik membutuhkan prosedur yang kuat, komunikasi yang jelas, dan ruang yang adil bagi petugas maupun pengguna.
Posting Komentar untuk "Viral Tumbler Tertinggal di KRL dan Hilang, MTI Jakarta Ingatkan SOP Layanan hingga Kelalaian Penumpang"
Posting Komentar