Setelah Komentar PM Takaichi, Warning China Bikin Jepang Ketar-ketir di Sektor Wisata
Warta Bulukumba - Angin musim gugur di Tokyo baru saja mengangkat daun-daun kering di trotoar Ginza ketika papan harga saham berwarna merah mulai memenuhi layar di gedung-gedung perbelanjaan. Di tengah hiruk-pikuk kota yang biasanya ramai wisatawan, sebuah pengumuman dari Beijing mengalir bak gelombang dingin: imbauan agar warga China tidak bepergian ke Jepang.
Dalam hitungan jam, sektor pariwisata dan ritel merasakan getaran itu—seolah seseorang tiba-tiba menutup pintu utama sebelum pesta benar-benar dimulai.
Di balik gejolak ini, perselisihan diplomatik mengenai komentar PM Sanae Takaichi tentang Taiwan mengubah denyut hubungan dua negara besar Asia Timur, menjalar hingga ke bursa saham dan meja-meja rapat perusahaan.
Beijing minta warganya hindari Jepang
Hubungan China dan Jepang kembali diuji setelah Beijing mengeluarkan peringatan perjalanan yang meminta warganya menghindari Jepang. Imbauan itu disampaikan menyusul respons terhadap komentar perdana menteri Jepang, Sanae Takaichi, mengenai kemungkinan keterlibatan Pasukan Bela Diri Jepang jika terjadi situasi yang dianggap mengancam kelangsungan hidup negara terkait kemungkinan serangan China ke Taiwan.
Peringatan tersebut langsung berdampak pada pasar. Pada Senin pagi, saham-saham perusahaan pariwisata dan ritel Jepang mencatatkan penurunan tajam. Shiseido merosot hingga 9%, Takashimaya lebih dari 5%, sementara Fast Retailing—pemilik Uniqlo—turun lebih dari 4%. Pasar mencermati potensi penurunan besar jumlah wisatawan China, yang selama ini menjadi salah satu kontributor utama belanja wisata di Jepang, terutama pada produk kosmetik, pakaian, dan elektronik.
Ketegangan ini bermula ketika Takaichi, yang dikenal memiliki pandangan tegas terhadap China, menyampaikan di parlemen pada 7 November bahwa penggunaan kekuatan terhadap Taiwan dapat memicu situasi yang mengancam keselamatan Jepang.
“Jika hal itu melibatkan kapal perang dan penggunaan kekuatan, maka itu dapat dianggap sebagai keadaan yang mengancam keberlangsungan hidup Jepang,” ujarnya, dikutip The Guardian pada Senin, 17 November 2025.
Komentar ini memicu reaksi keras dari Beijing. Selain menyerukan boikot wisata, otoritas China juga menyarankan pelajar untuk mempertimbangkan kembali rencana studi di Jepang. Di saat bersamaan, kapal penjaga pantai China melakukan pelayaran di dekat Kepulauan Senkaku—wilayah yang dikelola Jepang namun diklaim China sebagai bagian dari Kepulauan Diaoyu.
Dalam upaya meredam eskalasi, pemerintah Jepang mengirimkan direksi jenderal Biro Asia dan Oseania Kementerian Luar Negeri, Masaaki Kanai, ke Beijing.
Apakah hubungan akan semakin memburuk
Masaaki Kanai dijadwalkan bertemu dengan Liu Jinsong untuk menjelaskan bahwa komentar Takaichi tidak menandai perubahan kebijakan keamanan Jepang. Kanai juga diharapkan mendorong Beijing agar menghindari langkah-langkah yang dapat memperburuk hubungan kedua negara.
Dalam beberapa hari terakhir, kedua negara saling memanggil duta besar masing-masing, sementara komunikasi tingkat tinggi tetap berjalan di tengah situasi yang tegang. Pertemuan antara Takaichi dan presiden China, Xi Jinping, di sela-sela KTT APEC yang sebelumnya berlangsung hangat kini berada di bawah bayang-bayang dinamika terbaru ini.
Sejak normalisasi hubungan pada 1972, Jepang menyatakan memahami posisi China bahwa Taiwan adalah bagian dari wilayahnya. Namun Jepang juga memiliki perhitungan geografis dan keamanan tersendiri, mengingat jarak Taiwan dengan wilayah terdekat Jepang hanya sekitar 100 km.
China dan Jepang tetap menjadi mitra dagang penting, namun sejarah panjang, persaingan geopolitik, dan isu territorial membuat hubungan keduanya kerap berfluktuasi. Situasi terbaru ini kembali menempatkan kedua negara pada ketegangan yang berdampak hingga ke sektor ekonomi dan mobilitas manusia.***
Posting Komentar untuk "Setelah Komentar PM Takaichi, Warning China Bikin Jepang Ketar-ketir di Sektor Wisata"
Posting Komentar