Renovasi Gerbang Gedung Sate Rp 3,9 M Dikritik, Fitra: Tak Urgen dan Tak Jawab Kebutuhan Publik

Renovasi Gerbang Gedung Sate Rp 3,9 M Dikritik, Fitra: Tak Urgen dan Tak Jawab Kebutuhan Publik KORAN-PIKIRAN RAKYAT – Renovasi gerbang Gedung Sate oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang menelan biaya senilai Rp 3,9 miliar dinilai tak urgen. Renovasi tersebut juga bertentangan dengan semangat efisiensi anggaran dan prioritas kebutuhan publik.

"Dari sisi efisiensi, penggunaan Rp 3,9 miliar untuk re­­novasi gerbang bisa dianggap bertentangan dengan prinsip pengelolaan anggar­an yang seharusnya memprioritaskan kebutuhan publik langsung, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar," kata Peneliti Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul Hadi saat dihu­bungi “PR”, Jumat 21 November 2025.

Meskipun Pemprov Jabar menyatakan renovasi dilaku­kan untuk memperbaiki ba­gian yang rusak, ungkap Badiul, alokasi dana sebesar itu tetap berpotensi menimbul­kan persepsi pemborosan. Hal tersebut lantaran manfaat langsung bagi masya­rakat tidak jelas.

“Urgensi renovasi gerbang bisa diperdebatkan,” kata­nya.

Dari sisi simbolis, kata Badiul, Gedung Sate merupa­kan ikon Jabar dan perbaik­an serta sentuhan arsitektur Candi Bentar dapat memperkuat identitas budaya. Namun, dari sisi kebutuhan publik sehari-hari, proyek tersebut bersifat lebih estetik daripada kritis.

“Dengan demikian, urgen­sinya tak setinggi pemba­ngun­an fasilitas yang langsung menyentuh kesejahtera­an rak­yat. Dengan kata lain, ti­dak urgen," ucap Badiul.

Ia menilai, ada banyak urusan publik yang mungkin lebih mendesak, seperti pe­ningkatan kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan ma­­­syarakat. Alokasi anggar­an yang signifikan untuk gapura ikon pemerintahan bisa menimbulkan pertanyaan dan menimbulkan polemik, terutama jika anggaran tersebut bisa dialokasikan ke yang lain yang bisa memberikan manfaat lebih besar bagi masyarakat secara langsung.

“Proyek itu memiliki nilai simbolis dan budaya yang penting. Tetapi, dari sisi efi­siensi dan prioritas anggaran, ada risiko pengalihan dana dari kebutuhan publik yang lebih mendesak. Transpa­ran­si anggaran, laporan publik, dan pertimbangan manfaat jangka panjang seharusnya menjadi syarat utama agar proyek ini tidak dipandang sebagai pemborosan sekaligus tetap mempertahankan nilai identitas Ge­dung Sate," ujarnya.

Hal senada dikemukakan Sekretaris Jenderal Per­kum­pulan Inisiatif Dadan Ramdan. "Renovasi gerbang Gedung Sate itu tidak urgen, bu­kan kebutuhan mendesak dan tidak menjawab masalah layanan publik," ucap Dadan.

Ia menilai, renovasi gerbang hanya proyek ber­da­sar­kan kepentingan Gubernur Dedi Mulyadi. Renovasi itu mendesak jika memang sudah rusak.

“Tapi, yang dilakukan DM (Dedi Mulyadi) lebih membangun yang baru. Ini tidak ada bedanya dengan yang dilakukan oleh Gubernur RK (Ridwan Kamil) sebelumnya," ujarnya.

Dadan menegaskan, renovasi itu tidak sejalan dan ber­tentangan dengan semangat dan tindakan efisiensi anggaran publik yang selama ini diperintahkan Dedi Mulyadi ke organisasi perangkat daerah (OPD).

"Anggaran sebesar Rp 3,9 miliar itu hanya untuk renovasi dan buat gapura itu dari sisi jumlah cukup besar. Akan lebih bermanfaat jika dilalokasi untuk belanja la­yanan dasar publik lainnya,"ujarnya.

Anggota Komisi V DPRD Jabar Maulana Yusuf Erwinsyah pun melayangkan kritik keras terhadap pembangunan gerbang Gedung sate. Ia menganggap, proyek senilai Rp 3,9 miliar tersebut tidak mendesak dan memboroskan anggaran di tengah minimnya dana perawatan cagar budaya.

"Besaran anggaran mungkin bisa dikatakan kecil jika tidak ada permasalahan yang le­bih urgen di Jawa Barat, tapi di tengah-tengah banyaknya permasalahan di Jawa Barat, tentu anggaran Rp 3,9 miliar itu menjadi ang­gar­an yang sangat besar," ujar­nya kepada “PR”, kema­rin.

Politikus PKB itu menyoroti anggaran perawatan benda bersejarah di Jawa Barat. Ia menyebut, anggaran untuk memelihara lebih dari 50 situs cagar budaya sangat mi­nim.

"Tahun 2026, itu hanya dianggarkan Rp 126 juta untuk merawat cagar budaya Jawa Barat yang jumlahnya 50 le­bih itu. Sedangkan pembangunan gerbang masuk Gedung Sate memakan biaya sebesar Rp 3,9 miliar," ujar­nya.

Selain masalah anggaran, Maulana juga memperta­nya­kan relevansi motif candi ben­tar yang dinilai tidak memiliki kaitan langsung de­ngan kebudayaan Sunda. “Bi­sa kita cari dengan gampang bahwa tidak ada sedikit pun hubungannya Candi Bentar dengan Kasundaan,” kata­nya.

Mercusuar 

Pemerintah Provinsi Jawa Barat menghabiskan Rp 3,9 miliar untuk merenovasi gapura dan pagar Gedung Sate, melalui anggaran di perubahan APBD 2025. Dari sisi politik anggaran, proyek itu adalah kebutuhan mendesak yang justru dilakukan di tengah kebijakan efisiensi ang­garan.

Demikian pendapat dari pengamat kebijakan publik asal Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Kristian Widya Wicaksono saat dihu­bungi, Jumat 21 November 2025. Dia pun memper­ta­nya­­kan se­­berapa penting pro­yek ter­sebut bagi ma­sya­rakat sehingga dijadikan prioritas.

"Dari sisi politik anggaran, artinya proyek ini didahulu­kan untuk direalisasikan, jadi dianggap prioritas pen­ting. Alasan mengapa jadi prio­ritas penting, itu yang patut dipertanyakan, kok bisa ha­nya membangun gapura saja seburu-buru itu?" katanya.

Dia menjelaskan, kebijak­an efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah hingga ke tingkat daerah dilakukan melalui penghematan penge­luaran. Tujuannya ialah untuk memastikan bahwa pe­ngeluaran yang dilakukan betul-betul untuk kebutuhan yang mendesak.

"Apa permasalahan yang mendesak, yang urgen, sehingga gapura dan pagar Ge­dung Sate harus segera di­per­baiki? Karena kan keputusan harus berbasis pada pe­mecahan masalah, kalau kita mengasumsikan organi­sasi pemerintah termasuk Pemprov Jabar adalah orga­ni­sasi yang rasional dalam mengambil keputusan kebijakan, yang orientasinya me­mecahkan masalah," sambung dia.

Kristian pun khawatir, ti­dak ada relevansi yang bisa dipertanggungjawabkan atau dijelaskan kepada publik da­lam proyek tersebut. "Semua keputusan harus ada penjelasan yang masuk akal. Itu yang menurut saya jadi aneh, di luar nalar berpikir yang sehat berarti ini," ujarnya.

 Dia menilai, proyek renovasi gapura dan pagar Gedung Sate tak ubahnya politik mercusuar yang terjadi pada era kepemimpinan Presiden Soekarno. "Untuk menunjukkan wibawa, eksistensi pemerintah, yang diba­ngun simbol-simbol. Gapura Gedung Sate yang tampak megah, jadi bukan substansi bagaimana meningkatkan ke­sejahteraan masyarakat," tuturnya.

Kristian juga memperta­nyakan peran DPRD Jabar selaku lembaga yang memiliki fungsi penganggaran dan pengawasan eksekutif. Menurut dia, alokasi anggar­an se­besar Rp 3,9 miliar pada pr­oyek tersebut tentu diketahui oleh DPRD Jabar.

"Kok bisa di DPRD lolos buat di APBD perubahan ini? Apakah tidak terpikirkan urusan-urusan publik yang lainnya, yang jauh lebih urgen? Penanganan sampah, misalnya, untuk wilayah Bandung Raya gimana? Saya rasa kan justru itu penting buat diselesaikan," katanya.

Revitalisasi 

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Jabar Mas Adi Komar mengatakan, ang­garan Rp 3,9 miliar untuk renovasi halaman Gedung Sate tersebut meliputi renovasi lahan parkir sepeda motor dengan memasang paving blok. Anggaran itu juga digunakan untuk renovasi enam titik gerbang di sekeliling Gedung Sate, serta kerusakan-ke­ru­sakan minor di kawasan ter­sebut.

"Dari sisi insfratruktur, pagar Gedung Sate sudah lama tidak diperbarui dan bebe­rapa kali kemarin ada aktivitas unjuk rasa yang memang saat itu berlangsung berdam­pak pada insfratruktur pagar, jadi ada yang perlu diperkuat kembali dan sementara ini kita masih tambal sulam perbaikannya tidak menyeluruh," ucapnya.

Adi menjelaskan, Pemprov Jabar sudah merencanakan revitalisasi arena muka dan pagar serta beberapa item di lingkungan Gedung Sate di APBD perubahan. Salah sa­tu­nya, pembangunan gapura agar kantor gubernur sebagai ikon Jawa Barat memiliki representasi visual yang lebih kuat sebagai identitas ke­khasan Jawa Barat.

Selain pilar, pihaknya turut meninjau pagar, untuk me­mastikan, apakah masih ada yang kurang baik, kurang kokoh, yang nantinya secara keseluruhan akan diperbaiki.

Adapun anggarannya, kata Adi, jumlahnya sesuai de­ngan yang direncanakan, yang ditetapkan dalam APBD Perubahan, yaitu Rp 3,9 mi­liar untuk keseluruhannya, seperti area parkir yang dipaving block.

"Ada beberapa pintu juga diperbaiki. Beberapa pilar-pilar. Dan perbaikan-perbaikan lainnya yang ada di luaran Gedung Sate. Kemudian par­kiran ini, karena beberapa tahap. Yang sudah pasti, lantai-lantai atau landasan-landasan yang ada di parkir Ba­rat dan Timur, itu udah lama sekali, ya," ujarnya seraya me­ngatakan target pengerjaan renovasi halaman luar Gedung Sate tersebut harus tuntas pada Desember ini.

Terkait dengan urgensi per­baikan halaman Gedung Sate di tengah efisiensi ang­garan, Adi, mengatakan, hal itu sudah dibahas dalam ang­­garan perubahan. Perbaikan mendukung adanya layanan di kawasan Gedung Sate.

"Ini dipastikan tidak mengganggu layanan publik ya, sektor layanan publik. Dan karena memang ini juga bagian kantor publik, bagian kantor untuk layanan publik. Apalagi sekarang di dalam sudah ada fasilitas Bale Pa­nanggeuhan. Tempat orang untuk mengadu, menyampaikan permohonan-permohonannya, menyampaikan ke­luhan-keluhannya. Ini ba­gian dari fasilitas publik juga," ungkapnya.

Biro Umum selaku pe­nang­gung jawab kegiatan be­lum merespons permintaan “PR “terkait detail alokasi penggunaan anggaran senilai Rp 3,9 miliar tersebut.

Di lapangan, proses pengerjaan renovasi masih berlangsung beberapa pilar telah menyatu dengan gerbang asal dengan sentuhan cat putih sama de­ngan pilar-pilar lainnya. Kemudian tampak area parkir di depan Jalan Cilamaya sudah terco­ver paving block.

Sementara itu, terkait de­ngan pembahasan renovasi halaman Gedung Sate termasuk gerbangnya, Wakil Ketua DPRD Jabar Ono Surono me­ngaku tidak turut membahas hal tersebut sebelum APBD Perubahan 2025 di­sahkan.

"Lebih baik ke pimpinan atau anggota Bangar lainnya karena kita kan per­ubah­an 2025 , tidak ikut membahas," ucap Ono sing­kat da­lam pesannya kepada PR.

Terpisah, Wakil Ketua DPRD Iwan Suryawan hingga berita ini diturunkan be­lum dapat memberikan tanggapan karena tengah ada ke­giatan di daerah pemilihannya Kota Bogor.

Terbelah 

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi turut menanggapi pro kontra warga di ruang publik terkait pembangunan pilar gerbang Gedung Sate yang saat ini tengah diba­ngun.

Pendapat warga terbelah. Ada mendukung karena me­nonjolkan budaya dan me­maklumi karena selera pe­mim­pin saat ini. Namun, ada juga yang kontra karena dinilai tidak sesuai dan bahkan buang-buang anggaran.

"(Desainnya kurang sesuai dengan Gedung Sate) Kata siapa (Kata netizen). Kita kan jangan ngikutin netizen. Kita ngikutin arsitek. Kalau ngi­ku­tin netizen, enggak akan selesai-selesai," ucap Dedi.

Jika menghendaki keingin­an warganet, kata Dedi, nanti akan banyak versi gerbang. "Nanti ada banyak versinya. Tapi banyak netizen juga yang memuji kok. Enggak ada masalah," ucapnya.

Dedi menegaskan, renovasi gerbang di Gedung Sate saat ini merupakan upaya pemerintah dalam menyempurnakan bangunan bersejarah. Ia menggandeng arsi­tek yang memahami bangun­an bersejarah.

"Kita mengikuti arsitek yang ahli di bidang penataan ruang. Terutama untuk membangun, menata, me­nyem­purnakan ruang-ruang ge­dung yang bersejarah," pung­kasnya. (Bambang Arifianto, Hendro Husodo, Novianti Nurulliah, Rio Rizky Pangestu)***

Posting Komentar untuk "Renovasi Gerbang Gedung Sate Rp 3,9 M Dikritik, Fitra: Tak Urgen dan Tak Jawab Kebutuhan Publik"