Misteri di Balik Tanjakan Coet Wado Sumedang, Ratusan Nyawa Terenggut Simpan Cerita Mistis
 KABAR-PRIANGAN.COM - Jalan berkelok, curam, dan menantang. Begitulah gambaran jalur maut yang menghubungkan Wado–Malangbong, Kabupaten Sumedang. Di sepanjang ruas yang membentang sekitar tiga kilometer itu, sudah tak terhitung berapa banyak nyawa melayang. Karena sering terjadi kecelakaan maut, warga pun menyebutnya sebagai jalur tengkorak. Di jalur inilah terdapat dua tanjakan yang paling dikenal warga, yakni Tanjakan Coet dan Tanjakan Cae. Keduanya menyimpan kisah kelam yang tak lekang oleh waktu.
Tanjakan Coet, misalnya. Nama itu lahir dari peristiwa tragis yang terjadi lebih dari empat dekade silam.
“Dulu kejadiannya sekitar tahun 1980-an. Truk pengangkut coet batu terguling di tanjakan ini. Batu-batu coet yang diangkut jatuh menimpa penumpang. Ada enam orang meninggal di tempat, cuma sopirnya saja yang selamat,” tutur Agus Warsidi (67), yang juga Ketua RT 03/06 Dusun Cilangkap, Desa Sukajadi, Kecamatan Wado, saat ditemui Kabar Priangan, Senin, 3 November 2025.
Agus masih mengingat jelas detik-detik saat peristiwa itu terjadi. Suara benturan keras dari truk yang kehilangan kendali, disusul jeritan dan tangisan warga yang berlarian menolong korban, masih terpatri kuat dalam ingatannya.
“Waktu itu suasananya kacau, Pak. Banyak warga nangis karena melihat korban yang berdarah-darah. Sejak itu orang-orang mulai menyebutnya Tanjakan Coet, karena tragedi itu,” kenangnya.
Sejak peristiwa itu, nama Tanjakan Coet melekat di benak warga. Namun bukan hanya nama yang tersisa, melainkan juga bayang-bayang duka dan cerita mistis yang terus menghantui jalur tersebut.
Agus mengatakan, warga percaya ada aura yang tak biasa di sekitar lokasi. Banyak kecelakaan terjadi tanpa sebab yang jelas, seolah ada kekuatan tak terlihat yang membuat kendaraan kehilangan kendali.
“Entah kenapa, sering banget ada yang kecelakaan di sini. Jalur ini memang ekstrem, tapi juga angker. Banyak yang bilang ada penunggunya. Tapi bisa juga karena jalan ini menanjak dan menurun panjang, hampir tiga kilometer,” ujarnya.
Ritual Netralisir Energi Negatif
Warga setempat menyebut jalur itu sebagai jalur tengkorak karena sering menelan korban jiwa. Medannya dikenal sangat berbahaya, membentang dari Bunter hingga Jalan Cagak Sukajadi, melewati dua tanjakan curam, tanjakan Coet dan Cae.
“Kalau dari bawah menanjak terus, tapi dari atas turunan tajam. Banyak mobil yang nggak kuat ngerem. Sudah sering rem blong, terguling, bahkan nyemplung jurang,” jelas Agus.
Berbagai cara sudah ditempuh warga agar musibah serupa tak terulang. Mulai dari doa bersama, tahlilan, hingga mendatangkan orang pintar dari Banten untuk menetralisir energi negatif di sekitar lokasi.
“Kami sudah sering doa bareng, baca doa keselamatan. Dulu juga pernah didatangkan orang pintar, tapi tetap saja tiap beberapa waktu ada kejadian,” katanya.
Namun, maut seolah tak mau beranjak jauh dari tanjakan ini. Belum lama ini, mobil Elf berisi rombongan peziarah asal Majalengka terguling di Tanjakan Coet. Empat orang meninggal dunia, belasan lainnya luka-luka.
Peristiwa itu menambah panjang daftar kecelakaan di jalur maut Wado–Malangbong.
“Kalau dihitung-hitung, sudah ratusan nyawa melayang di jalan ini. Dulu ada bus pariwisata Sri Padma, juga bus kecil Maju Jaya, korban banyak banget. Tiap kali dengar suara ambulans lewat, hati ini rasanya nyesek. Takut, jangan-jangan ada yang celaka lagi,” tutur Agus.
Kini, setiap kali kendaraan besar melintas di jalur berbahaya itu, warga sekitar hanya bisa menatap dengan cemas dan berdoa dalam hati agar semua selamat sampai tujuan.
Bagi mereka, Tanjakan Coet bukan sekadar nama tempat, melainkan simbol kisah nyata tentang maut yang selalu mengintai di setiap kelengahan di jalur tengkorak Wado–Malangbong.***
Posting Komentar untuk "Misteri di Balik Tanjakan Coet Wado Sumedang, Ratusan Nyawa Terenggut Simpan Cerita Mistis"
Posting Komentar