Malaka, Pusat Budaya Masa Lalu yang Masih Terpelihara

Bila kita sempat berkunjung ke negara jiran Malaysia, janganlah terpaku pada Kuala Lumpur saja. Bagi yang menyukai budaya masa silam (heritage), cobalah mengunjungi Malaka.

Malaka telah dinobatkan menjadi kawasan warisan budaya oleh Unesco, sehingga semua bangunan di kawasan ini dilindungi.

Malaka adalah sebutan yang lazim di Indonesia, sedangkan orang Malaysia sendiri lebih senang menyebutnya Melaka, sesuai dengan nama pohon yang buahnya mirip duku.

Malaka adalah salah satu dari sembilan negara begian di Malaysia, berupa kesultanan Malaka. Namun beberapa bangsa Eropa sempat menjajah negara bagian ini, diawali dari Portugis, Belanda, dan terakhir Inggris.

Daerah wisata di Malaka sangat berdekatan, berada pada sebuah bukit, dimana kita dapat mengitarinya dengan berjalan kaki.

Kita dapat mengunjungi Rumah Merah (Red Square / Dutch Square) yang menyajikan pemandangan bangunan kuno berwarna merah.

Disini juga terdapat gereja Kristen Protestan tertua (Christ Church) dan gereja St. Paul yang juga gereja tertua di Asia Tenggara.

DI halaman gereja terdapat batu nisan, Reiner, namun jasadnya sudah dipindahkan. Jadi mirip kuburan kosong yang ada di Taman Prasasti, Tanah Abang, Jakarta.

Lalu juga terdapat benteng Fomosa yang dibangun oleh Portugis dan stadhuis yang dulu bekas balaikota, kini menjadi pusat budaya.

Di kawasan ini, kita juga menjumpai beberapa museum, seperti museum belia, untuk anak remaja; museum etnografi / museum maritim yang memilki koleksi pelabuhan dan perkapalan. Disini terdapat replika kapal Portugis yang tenggelam di Selat Malaka, padahal memuat banyak emas, sehingga menjadi misteri harta karun. Ada pula museum Babah dan Nyonyah, tentang budaya Tionghoa peranakan,  serta museum dunia Islam Melayu.Agama Islam berkembang di Malaka, juga akibat kedatangan Laksamana Cheng Ho dan anak buahnya.Daerah wisata ini dihubungkan oleh jembatan Tan Kim Seng, dengan sungai Malaka yang jernih dan bermuara di Selat Malaka. Pemakaian nama Tan Kim Seng untuk jembatan, karena tokoh ini sangat berpengaruh pada tahun 1800-an.

Bila kita memiliki waktu luang, bisa mengikuti cruise mengarungi sungai Malaka.Kita juga melewati kawasan pecinan / Chinatown Malaka, yang dikensl sebagai Jonker street, yang selalu ramai pada tiap akhir pekan.Bagi wisatawan muslim, harap waspada di kawasan ini karena banyak dijajakan kuliner non halal. Jadi rajinlah bertanya.Untuk menikmati Selat Malaka yang terbaik adalah dengan naik Menara Tamung Sari.Untuk kuliner khas Malaka, nikmatilh nasi lemak dn es cendol.Agak jauh dari kawasan wisata ini dengan naik bus, kita dapat mengunjungi masjid berarsitektur Tiongkok yang dibangun pad tahun 2006.Kisah perjalanan ini diceritakan oleh Bahrudin, seorang Kompasianer sekaligus guru fisiks sebuah SMA di Banjarmasin pada webinar Koteka Talk 251.

Tertarik, yuk terbang ke Malaka.Penerbangan langsung ke Malaka belum ada, dari Jakarta bisa ke Kuala Lumpur. Mulai Oktober2025, kabarnya sudah ada penerbangan Banjarmasin - Kuala Lumpur.

Posting Komentar untuk "Malaka, Pusat Budaya Masa Lalu yang Masih Terpelihara"