Wajik Gula Merah, Kelezatan Klasik Nusantara yang Tak Pernah Lekang oleh Waktu

menggapaiasa.com— Di tengah hiruk pikuk kuliner modern yang semakin bervariasi, ada satu kudapan tradisional yang tetap bertahan dan selalu punya tempat di hati masyarakat: wajik gula merah. Kue berbahan dasar ketan ini bukan sekadar camilan manis, melainkan bagian dari sejarah panjang dapur Nusantara yang diwariskan lintas generasi.
Hampir di setiap daerah di Indonesia, wajik hadir sebagai simbol kebersamaan. Dari meja arisan hingga perayaan hajatan, kue ketan bercampur gula merah ini kerap melengkapi momen-momen istimewa. Di Jawa, wajik bahkan dianggap membawa makna filosofis: melekatnya rasa manis dan lengketnya ketan adalah doa agar hubungan keluarga dan persaudaraan selalu erat.
Namun, meski namanya begitu populer, tidak semua orang tahu bahwa membuat wajik ternyata membutuhkan kesabaran. Proses memasak ketan, mencampurnya dengan gula merah, hingga mengukus ulang agar bumbu meresap, adalah sebuah ritual tersendiri. “Kalau tidak sabar, rasanya tidak akan keluar dengan sempurna,” kata seorang pedagang kue tradisional di Pasar Senen, Jakarta.
Rasanya? Perpaduan legit gula merah yang hangat berpadu dengan pulen ketan membuat setiap gigitan seolah membawa kita pulang ke rumah nenek. Aroma daun pandan yang menyelimuti kue ini menambah dimensi nostalgia yang sulit ditandingi kue modern manapun.
Untuk Anda yang ingin mencoba sendiri di rumah, berikut resep wajik gula merah klasik yang bisa menjadi proyek dapur penuh kenangan:
Resep Wajik Gula Merah
- 300 gram ketan putih (rendam 3–4 jam)
- 200 gram gula merah, serut halus
- 200 ml santan kental
- 2 lembar daun pandan
- ½ sendok teh air daun pandan suji (opsional, untuk aroma wangi)
- ¼ sendok teh garam
Cara Membuat:
- Kukus ketan yang sudah direndam selama 30–40 menit hingga matang dan empuk.
- Dalam panci, larutkan gula merah bersama santan, daun pandan, dan garam. Masak dengan api kecil hingga gula larut dan saus sedikit mengental.
- Masukkan ketan matang ke dalam saus gula merah, aduk rata sampai warnanya berubah kecoklatan.
- Kukus kembali campuran tersebut selama 20–30 menit agar bumbu benar-benar meresap.
- Angkat, diamkan sebentar, lalu cetak dalam loyang atau bentuk sesuai selera.
Kue ini paling nikmat disantap saat sudah dingin, ketika teksturnya lebih padat namun tetap lembut di mulut. Di banyak keluarga, wajik disajikan dalam potongan segitiga kecil—simbol sederhana dari keserasian dan kebersamaan.
Bagi sebagian orang, resep di atas mungkin tampak sederhana. Tetapi, bagi mereka yang tumbuh dengan aroma wajik di rumah, setiap langkah memasak adalah bagian dari cerita masa kecil. “Kalau ibu bikin wajik, rumah langsung harum. Rasanya semua tetangga tahu ada acara di rumah kami,” kenang seorang warga di Yogyakarta.
Dalam era makanan instan dan dessert modern yang penuh warna, kehadiran wajik gula merah adalah pengingat: bahwa cita rasa sejati tidak selalu datang dari sesuatu yang rumit. Justru dari bahan-bahan sederhana seperti ketan, gula, dan santan, lahirlah hidangan yang bertahan ratusan tahun.
Wajik bukan sekadar makanan. Ia adalah warisan, sebuah benang halus yang menghubungkan masa lalu dan masa kini. Dan di setiap potongan manisnya, kita menemukan bukan hanya rasa, melainkan juga cerita.***
Posting Komentar untuk "Wajik Gula Merah, Kelezatan Klasik Nusantara yang Tak Pernah Lekang oleh Waktu"
Posting Komentar