Trauma Lama Sulit Hilang? Begini Penjelasan Psikologi Tentang Otak yang Suka Menyimpan Luka Masa Lalu

menggapaiasa.com– Banyak orang bertanya-tanya, mengapa kenangan menyakitkan di masa lalu sering kali begitu sulit dilupakan?

Trauma lama, entah dari pengalaman kekerasan, penolakan, atau kegagalan, kerap muncul kembali meski sudah berusaha dihindari.

Fenomena ini bukan sekadar kebetulan, melainkan mekanisme otak dalam menyimpan pengalaman emosional yang intens.

Konten edukasi di TikTok dari akun @yuli.depth.ofc menjelaskan bahwa otak manusia dirancang untuk mendeteksi ancaman.

Saat seseorang mengalami kejadian traumatis, otak akan “menyimpan” ingatan tersebut agar di kemudian hari bisa digunakan sebagai peringatan.

Tujuannya bukan untuk menyiksa, melainkan untuk melindungi individu dari kemungkinan bahaya serupa.

Namun, cara kerja otak ini sering kali justru menimbulkan masalah baru. Trauma yang terlalu kuat bisa terus muncul dalam bentuk kilas balik, mimpi buruk, atau rasa cemas berlebihan.

Akibatnya, kualitas hidup menurun karena seseorang merasa “terjebak” di masa lalu.

Menurut akun @emasuperr, trauma lama tidak hanya tersimpan dalam pikiran, tetapi juga tubuh. Ketika ingatan traumatis dipicu, tubuh bisa merespons dengan detak jantung meningkat, keringat dingin, atau rasa takut yang tiba-tiba muncul. Respon ini disebut body memory, di mana tubuh ikut “mengingat” pengalaman buruk.

Fenomena ini sejalan dengan penjelasan psikolog klinis dr. Andri, SpKJ, dalam kanal YouTube Psikosomatik. Ia menegaskan bahwa otak manusia, khususnya bagian amigdala, sangat berperan dalam menyimpan memori emosional.

Amigdala akan aktif saat terjadi kejadian traumatis, dan kemudian menghubungkannya dengan sistem saraf tubuh. Inilah mengapa trauma lama bisa terasa nyata kembali meskipun peristiwa itu sudah lama berlalu.

Konten edukasi dari akun @learning_pieces menambahkan bahwa trauma bertahan karena adanya unfinished business atau perasaan yang belum terselesaikan. Misalnya, seseorang yang tidak pernah mendapat kesempatan menyuarakan rasa sakitnya akan lebih sulit melupakan kejadian tersebut. Semakin lama emosi terpendam, semakin kuat pula memori traumatis melekat di otak.

Selain itu, akun @kasisolusi menyebutkan bahwa trauma lama bisa memengaruhi cara berpikir dan berinteraksi dengan orang lain. Seseorang bisa menjadi lebih mudah curiga, takut berkomitmen, atau bahkan menghindari situasi sosial karena merasa tidak aman. Dampak ini tentu mengganggu kehidupan sehari-hari, mulai dari pekerjaan hingga hubungan personal.

Dampak Psikologis dari Trauma Lama

Trauma lama dapat menimbulkan berbagai konsekuensi pada kesehatan mental. Pertama, munculnya gangguan kecemasan (anxiety disorder). Seseorang bisa merasa was-was berlebihan meskipun situasinya aman.

Kedua, risiko depresi meningkat karena individu merasa hidupnya selalu dibayangi pengalaman buruk.

Ketiga, trauma dapat menyebabkan kesulitan tidur, mimpi buruk, bahkan gangguan psikosomatis yang membuat tubuh terasa sakit meski tidak ada masalah fisik.

Selain itu, trauma juga memengaruhi cara seseorang memandang dirinya. Mereka cenderung menyalahkan diri, merasa tidak berharga, atau menilai hidup secara negatif. Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa menghambat produktivitas dan kebahagiaan.

Bagaimana Cara Mengelola Trauma Lama?

Meski sulit dihapus sepenuhnya, trauma lama bukan berarti tidak bisa dikelola. Para pakar psikologi menyarankan beberapa langkah berikut:

  1. Menyadari dan menerima trauma. Langkah pertama adalah mengakui bahwa pengalaman itu memang menyakitkan, bukan menekan atau menyangkalnya.

  2. Mencari bantuan profesional. Terapi psikologi, seperti cognitive behavioral therapy (CBT) atau eye movement desensitization and reprocessing (EMDR), terbukti efektif membantu individu mengolah trauma.

  3. Menulis jurnal atau journaling. Cara sederhana ini membantu mengekspresikan emosi yang selama ini terpendam.

  4. Melatih pernapasan dan mindfulness. Teknik relaksasi dapat menenangkan sistem saraf sehingga tubuh tidak terus-menerus merasa dalam kondisi darurat.

  5. Membangun lingkungan suportif. Dukungan keluarga dan teman dekat berperan penting dalam pemulihan, karena membuat individu merasa aman dan diterima.

Konten dari akun @learning_pieces menekankan bahwa konsistensi sangat penting. Trauma tidak hilang dalam semalam, tetapi dengan langkah kecil yang dilakukan terus-menerus, luka lama bisa perlahan sembuh.

Fenomena otak yang suka menyimpan trauma lama menunjukkan betapa kuatnya pengaruh pengalaman emosional terhadap kesehatan mental. Meski terasa berat, trauma bukan akhir dari segalanya. Dengan kesadaran diri, bantuan profesional, serta dukungan lingkungan, setiap orang memiliki kesempatan untuk pulih dan menjalani hidup yang lebih sehat secara emosional.

Posting Komentar untuk "Trauma Lama Sulit Hilang? Begini Penjelasan Psikologi Tentang Otak yang Suka Menyimpan Luka Masa Lalu"