Sejarah Panjang Solusi Dua Negara Israel dan Palestina,Hari Ini Dibawa ke Sidang Umum PBB

menggapaiasa.com - Gagasan solusi dua negara untuk Israel dan Palestina berakar dari Resolusi 181 Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 3 September 1947.
Gagasan yang dikenal sebagai UN Partition Plan tersebut muncul dalam upaya membagi wilayah untuk imigran Yahudi-Zionis dan warga lokal Arab di wilayah tersebut.
Gagasan solusi dua negara muncul sebelum berakhirnya mandat Inggris atas Palestina pada 14 Mei 1948.
Namun gagasan solusi dua negara memudar setelah Israel mendeklarasikan berdirinya negara Yahudi di Palestina pada tanggal berakhirnya mandat Inggris.
Inggris sebelumnya menduduki Palestina yang merupakan bagian dari wilayah Kekaisaran Ottoman yang kalah dalam Perang Dunia I.
Mandat Inggris atas Palestina (British Mandate for Palestine) dikeluarkan oleh Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations/LBB) pada tahun 1922, setelah Perang Dunia I.
Mandat itu berisi perintah dari LBB kepada Inggris untuk mengelola Palestina dengan tujuan mempersiapkan wilayah itu menuju kemerdekaan.
Namun, beberapa tahun sebelum itu muncul Deklarasi Balfour yang dikeluarkan oleh Pemerintah Inggris pada 2 November 1917.
Deklarasi Balfour disampaikan melalui surat Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur James Balfour, kepada Lord Rothschild, seorang tokoh Yahudi terkemuka di Inggris.
Isinya, Inggris mendukung pendirian "tanah air nasional bagi bangsa Yahudi" di Palestina.
Selama bertahun-tahun, terjadi perpecahan antara warga lokal Palestina dengan imigran Yahudi yang datang dari Eropa, terutama para imigran yang membawa ideologi Zionisme yang ingin mendirikan negara Yahudi di Palestina.
Konflik antara militan Zionis dan warga lokal Palestina semakin memuncak hingga menjelang berakhirnya mandat Inggris atas Palestina.
Sebelum mandat Inggris berakhir, LBB mengeluarkan resolusi yang membagi Palestina menjadi dua negara merdeka: satu negara Yahudi dan satu negara Arab, dengan Yerusalem dan Betlehem ditempatkan di bawah administrasi internasional karena dianggap memiliki nilai suci bagi tiga agama besar.
Negara Yahudi direncanakan mencakup sekitar 55 persen wilayah Palestina, sementara negara Arab sekitar 45 persen.
Meski komunitas Yahudi menyetujui rencana ini, pihak Arab menolaknya karena dianggap tidak adil, mengingat mayoritas penduduk kala itu adalah orang Arab Palestina.
Setelah memperoleh dukungan pemerintah Inggris untuk pembentukan negara Yahudi di Palestina, pada tanggal 14 Mei 1948, segera setelah Mandat Inggris berakhir, militan Zionis mendeklarasikan pembentukan Negara Israel, yang memicu perang Arab-Israel pertama.
Hasilnya, Israel memperluas wilayahnya hingga menguasai sekitar 78 persen Palestina historis, jauh lebih luas dari yang diberikan PBB, seperti dijelaskan Al Jazeera.
Sementara itu, Tepi Barat jatuh ke tangan Yordania dan Gaza dikuasai Mesir.
Pasukan militer Zionis mengusir setidaknya 750.000 warga Palestina dari rumah dan tanah mereka serta merebut 78 persen wilayah Palestina yang bersejarah dalam peristiwa Nakba (malapetaka).
Perang berikutnya, termasuk Perang Enam Hari 1967, membuat Israel semakin memperluas kontrolnya dengan merebut Tepi Barat, Yerusalem Timur, Gaza, Sinai, dan Dataran Tinggi Golan.
Meskipun Sinai dikembalikan ke Mesir pada tahun 1982, Tepi Barat dan Gaza tetap menjadi wilayah pendudukan Israel, dengan pembangunan permukiman Yahudi yang semakin meluas.
Sejak itu, berbagai upaya damai muncul, termasuk Kesepakatan Oslo 1993, yang untuk pertama kalinya mengakui Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sebagai perwakilan sah rakyat Palestina dan membuka jalan bagi gagasan solusi dua negara modern.
Namun, proses perdamaian berulang kali terhenti karena aksi kekerasan, perbedaan status Yerusalem, masalah pengungsi Palestina, dan perluasan permukiman Israel.
Hingga kini, solusi dua negara masih menjadi kerangka utama yang diakui PBB dan komunitas internasional: sebuah negara Israel berdampingan dengan negara Palestina yang merdeka di Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur.
Namun dalam praktiknya, jalannya semakin sulit karena fakta di lapangan karena Israel memperluas permukiman di Tepi Barat, menduduki Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza yang berada di bawah blokade serta konflik berkepanjangan.
Israel Perluas Permukiman di Tepi Barat, Cegah Berdirinya Negara Palestina
Israel telah lama menjalankan proyek untuk mencaplok lebih banyak wilayah Palestina dengan mendirikan permukiman di Tepi Barat.
Permukiman tersebut didirikan secara masif dan tersebar di berbagai wilayah dengan tujuan mempersulit Palestina memiliki wilayah yang utuh dan memecah wilayahnya menjadi area-area kecil.
Pada 11 September 2025, Netanyahu menandatangani rencana proyek E1 untuk memperluas permukiman Yahudi di Tepi Barat seluas 12 km⊃2;, dengan pembangunan 3.421 rumah guna menghubungkan Ma’ale Adumim dengan Yerusalem yang diduduki.
Netanyahu menegaskan kembali sikapnya dengan mengatakan "tidak akan ada negara Palestina”, seraya menyatakan tujuan Israel adalah memperkuat kendali atas seluruh Tepi Barat, menggandakan jumlah penduduk permukiman, serta menjadikan Lembah Yordan sebagai garis depan timur Israel.
Proyek ini dinilai akan mengisolasi Yerusalem dari komunitas Palestina dan memutus keterhubungan wilayah yang dibutuhkan untuk pendirian negara Palestina.
Menurutnya, dengan menyebarkan permukiman dan pemukim Israel di wilayah Palestina dapat menjadi kekuatan bagi Israel dan mencegah berdirinya negara Palestina.
Selain itu, pemukim Israel yang berada di bawah lindungan militer Israel sering melakukan penjarahan lahan dan menyita rumah warga Palestina.
Al Jazeera melaporkan, pengakuan negara Palestina merupakan langkah kecil dan simbolis.
Negara-negara tersebut juga belum menyatakan atau merinci aspek apa saja yang dianggap sebagai pengakuan terhadap Palestina.
Para analis menyatakan skeptis, pengakuan tersebut dapat memperbaiki kondisi material warga Palestina yang saat ini menderita akibat agresi Israel.
Update Serangan Israel di Jalur Gaza
Sejak Oktober 2023, serangan Israel di Jalur Gaza telah menewaskan lebih dari 65.283 warga Palestina dan melukai sedikitnya 166.575 orang, menurut data Kementerian Kesehatan Gaza pada Minggu.
Blokade bantuan semakin memperburuk keadaan, dengan 440 orang meninggal karena kelaparan, termasuk 147 anak-anak.
Selain itu, sejak 27 Mei, 2.518 orang tewas dan lebih dari 18.449 lainnya terluka ketika Israel menyerang warga yang sedang mencari bantuan, seperti dilaporkan Anadolu Agency.
Israel menyalahkan Hamas atas situasi ini, merujuk pada Operasi Banjir Al-Aqsa yang diluncurkan pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan ratusan warga Israel serta menyandera sekitar 250 orang.
Hamas menyebut aksinya sebagai bentuk perlawanan terhadap pendudukan Israel sejak 1948 dan kontrol atas kompleks Masjid Al-Aqsa.
Meskipun sempat terjadi pertukaran tahanan pada 2023 dan Januari 2025, Israel mengklaim sekitar 50 sandera masih ditahan di Gaza.
Dengan dalih menekan Hamas, Israel menutup total akses ke Gaza dan terus menggempur wilayah itu, menewaskan puluhan ribu warga sipil, menghancurkan rumah, dan memaksa mereka mengungsi.
Serangan juga menargetkan warga yang mengantre bantuan di pusat distribusi milik Gaza Humanitarian Foundation (GHF) di Rafah, Khan Younis, dan Wadi Gaza.
Aksi ini berlangsung di tengah tekanan internasional dan pasokan bantuan yang jauh dari mencukupi.
Di sisi lain, sejak awal September, Israel melancarkan serangan besar-besaran di Kota Gaza dengan alasan menghantam basis Hamas dan menduduki wilayah tersebut.
Sementara itu, perundingan gencatan senjata yang dimediasi Qatar dan Mesir masih belum menemui titik terang.
Hamas tetap bersikeras pada tuntutan awal: gencatan senjata permanen, penarikan penuh pasukan Israel, pertukaran sandera dengan ribuan tahanan Palestina, distribusi bantuan tanpa hambatan, rekonstruksi Gaza, serta jaminan politik dan keamanan.
Israel, sebaliknya, menuntut Hamas menyerahkan senjata, membebaskan seluruh sandera, dan membubarkan organisasinya.
Israel juga menuding para pemimpin Hamas di Qatar sebagai penghalang negosiasi.
Ketegangan meningkat setelah militer Israel melancarkan serangan ke Doha pada 9 September, yang memicu kemarahan Qatar.
Negara Teluk itu menuntut permintaan maaf resmi dan berjanji akan memberi balasan, menurut laporan Channel 12 Israel.
Nasib Palestina di Sidang PBB
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah mengagendakan sesi khusus mengenai Palestina pada konferensi hari Senin 22 September 2025.
Sidang Umum PBB ke-80 kali ini Bertajuk 'Konferensi Internasional Tingkat Tinggi untuk Penyelesaian Damai atas Masalah Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara'.
Konferensi akan berlangsung selama tiga jam yang dimulai pada pukul 15.00-18.00 waktu setempat.
Sebelumnya, Majelis Umum PBB kompak mendukung resolusi yang berupaya menghidupkan kembali solusi dua negara antara Israel dan Palestina, tanpa melibatkan kelompok Hamas.
Dalam voting pada Jumat (12/9/2025) di markas besar PBB di New York, Amerika Serikat (AS), seperti dilansir AFP, Sabtu (13/9/2025), mayoritas negara anggota Majelis Umum PBB memberikan suara dukungan untuk resolusi yang mengupayakan terbentuknya negara Palestina yang bebas dari Hamas.
Resolusi tersebut diadopsi dengan 142 suara mendukung, sedangkan 10 suara lainnya menentang -- termasuk Israel dan sekutu utamanya, AS -- dan 12 suara memilih abstain.
Jelang konferensi PBB hari Senin (22/9/2025), negara-negara Barat yang sebelumnya bersekutu dengan Israel, kini berbalik arah mengakui negara Palestina.
Terbaru, empat negara Barat yakni Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal akhirnya bergabung dengan 164 negara lainnya mengakui negara Palestina.
Pernyataan pengakuan Palestina sebagai sebuah negara disampaikan pemimpin empat negara tersebut secara terpisah pada Minggu (21/9/2025).
Negara lain yang kemungkinan juga akan mendukung pendirian negara Palestina dari wilayah yang diduduki Israel, yaitu Prancis, Luksemburg, Malta, Selandia Baru, dan Liechtenstein.
Negara-negara tersebut akan membuat pengumuman resmi mereka pada konferensi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin, 22 September 2025.
Konferensi yang diketuai oleh Prancis dan Arab Saudi itu akan menghidupkan kembali memudarnya harapan akan solusi dua negara bagi konflik Palestina-Israel.
Sebelumnya ada 164 negara dari berbagai benua menyatakan dukungan mereka atas pendirian negara Palestina.
Berikut daftar negara yang sudah resmi mengakui negara Palestina, melansir data dari ABC News Australia dan Aljazeera:
1. Asia dan Timur Tengah
- Afghanistan
- Bahrain
- Bangladesh
- Brunei
- China
- India
- Indonesia
- Irak
- Iran
- Jepang
- Jordan
- Kazakhstan
- Korea Utara
- Kuwait
- Kyrgyzstan
- Laos
- Lebanon
- Malaysia
- Maladewa
- Mongolia
- Oman
- Pakistan
- Filipina
- Qatar
- Arab Saudi
- Singapura
- Korea Selatan
- Suriah
- Tajikistan
- Thailand
- Turkmenistan
- Uni Emirat Arab
- Uzbekistan
- Yaman
2. Afrika
- Aljazair
- Angola
- Benin
- Botswana
- Burkina Faso
- Burundi
- Kamerun
- Tanjung Verde
- Republik Afrika Tengah
- Chad
- Komoro
- Republik Kongo
- Republik Demokratik Kongo
- Djibouti
- Mesir
- Eritrea
- Eswatini
- Etiopia
- Gabon
- Gambia
- Ghana
- Guinea
- Guinea-Bissau
- Kenya
- Lesotho
- Liberia
- Libya
- Madagaskar
- Malawi
- Mali
- Mauritania
- Maroko
- Mozambik
- Namibia
- Niger
- Nigeria
- Rwanda
- Senegal
- Seychelles
- Sierra Leone
- Somalia
- Afrika Selatan
- Sudan Selatan
- Sudan
- Tanzania
- Togo
- Tunisia
- Uganda
- Zambia
- Zimbabwe
3. Eropa Timur dan Tengah
- Albania
- Armenia
- Bosnia dan Herzegovina
- Bulgaria
- Kroasia
- Republik Ceko
- Estonia
- Georgia
- Hongaria
- Latvia
- Lituania
- Makedonia Utara
- Moldova
- Montenegro
- Polandia
- Rumania
- Rusia
- Serbia
- Slovakia
- Slovenia
- Ukraina
4. Amerika Latin dan Karibia
- Argentina
- Bolivia
- Brasil
- Chili
- Kolombia
- Kosta Rika
- Kuba
- Dominika
- Ekuador
- El Salvador
- Grenada
- Guatemala
- Guyana
- Haiti
- Honduras
- Jamaika
- Meksiko
- Nikaragua
- Panama
- Paraguay
- Peru
- Saint Kitts dan Nevis
- Saint Lucia
- Saint Vincent dan Grenadine
- Suriname
- Trinidad dan Tobago
- Uruguay
- Venezuela
5. Oseania
- Fiji
- Papua Nugini
- Solomon Islands
- Timor Leste
- Tuvalu
- Vanuatu
- Australia
6. Amerika Utara
Kanada
7. Eropa Barat/Barat Daya
Prancis
Inggris
Portugal
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti, Hasanudin Aco/AFP/Aljazeera)
Posting Komentar untuk "Sejarah Panjang Solusi Dua Negara Israel dan Palestina,Hari Ini Dibawa ke Sidang Umum PBB"
Posting Komentar