Kya Kya Surabaya: Jejak Pecinan dan Nuansa Tionghoa di Kota Pahlawan

SEPUTAR CIBUBUR- Surabaya dikenal sebagai kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia dengan keragaman budaya yang melekat kuat dalam kehidupan warganya.
Salah satu kawasan yang merepresentasikan kekayaan budaya tersebut adalah Kya Kya, sebuah kawasan pecinan yang menghadirkan nuansa khas Tionghoa di tengah hiruk pikuk Kota Pahlawan.
Kawasan ini bukan sekadar pusat kuliner dan wisata, melainkan juga simbol sejarah panjang akulturasi antara masyarakat Tionghoa dengan masyarakat Jawa dan etnis lainnya di Surabaya.
Sejarah dan Asal-usul Kya Kya
Nama Kya Kya berasal dari bahasa Hokkian yang berarti jalan-jalan atau bersantai. Pada masa kolonial Belanda, kawasan pecinan di Surabaya tumbuh pesat karena menjadi pusat perdagangan masyarakat Tionghoa.
Aktivitas ekonomi yang ramai kemudian melahirkan pemukiman, toko, serta rumah makan yang khas, hingga membentuk lingkungan budaya tersendiri.
Pemerintah Kota Surabaya kemudian meresmikan Kya Kya sebagai kawasan wisata kuliner dan budaya pada awal 2000-an, meski sempat mengalami pasang surut dalam pengelolaannya.
Kini, Kya Kya kembali dilirik sebagai destinasi wisata unggulan, terutama ketika perayaan Imlek tiba. Dekorasi lampion berwarna merah, pertunjukan barongsai, hingga pawai budaya kerap menghiasi kawasan ini, menghadirkan suasana yang begitu kental dengan tradisi Tionghoa.
Pusat Kuliner Khas
Salah satu daya tarik utama Kya Kya adalah deretan kuliner yang berjejer sepanjang jalan. Mulai dari makanan tradisional Tionghoa seperti bakpao, kwetiau, dim sum, hingga kuliner khas Surabaya dapat ditemui di sini.
Keberagaman menu menjadikan kawasan ini cocok sebagai tempat berkumpul keluarga maupun anak muda yang ingin menikmati suasana malam kota.
Selain kuliner, terdapat pula toko-toko yang menjual pernak-pernik khas Tionghoa, seperti aksesoris Imlek, patung dewa-dewi, hingga obat-obatan tradisional.
Kehadiran toko-toko tersebut semakin mempertegas identitas Kya Kya sebagai kawasan pecinan yang autentik.
Nuansa Budaya dan Arsitektur
Mengunjungi Kya Kya Surabaya tidak hanya sekadar wisata kuliner, tetapi juga perjalanan budaya. Arsitektur bangunan di kawasan ini masih mempertahankan gaya khas Tionghoa, dengan ornamen-ornamen yang kental akan simbol keberuntungan.
Di beberapa sudut jalan, pengunjung dapat menemukan mural maupun gapura bergaya oriental yang sering dijadikan latar foto.
Ketika malam tiba, suasana kawasan semakin semarak dengan cahaya lampion yang menghiasi sepanjang jalan. Nuansa ini memberikan pengalaman berbeda bagi pengunjung, seolah sedang berjalan di kawasan pecinan klasik yang penuh warna.
Simbol Kerukunan Budaya
Kya Kya juga memiliki makna lebih dari sekadar tempat hiburan. Kawasan ini menjadi bukti nyata kerukunan antar-etnis di Surabaya.
Masyarakat Tionghoa dengan segala tradisinya dapat hidup berdampingan dengan masyarakat Jawa, Madura, maupun etnis lainnya.
Perayaan budaya yang berlangsung di sini kerap melibatkan berbagai komunitas, memperlihatkan semangat toleransi yang telah mengakar dalam kehidupan kota.***
Posting Komentar untuk "Kya Kya Surabaya: Jejak Pecinan dan Nuansa Tionghoa di Kota Pahlawan"
Posting Komentar