Kritik Didik Rachbini soal Pemindahan Dana Pemerintah Rp 200 Triliun ke Bank BUMN

EKONOM senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J. Rachbini mengkritik penempatan dana pemerintah Rp 200 triliun ke dalam lima bank badan usaha milik negara (BUMN) yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Menurut Didik Rachbini, langkah yang dilakukan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa itu melanggar tiga aturan.
Rektor Universitas Paramadina ini meminta Presiden Probowo Subianto menghentikan langkah tersebut. “Saya menganjurkan agar Presiden turun tangan untuk menghentikan program dan praktek jalan pintas seperti ini karena telah melanggar setidaknya tiga undang-undang dan sekaligus konstitusi,” kata Didik Rachbini dalam keterangan tertulis, Selasa, 16 September 2025.
Ekonom sekaligus Komisaris Independen PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI tersebut mengatakan bahwa program yang dibuat semestinya dimulai dari proses legislasi yang baik melalui APBN dan diajukan dengan sistematis berapa jumlah yang diperlukan dan program apa saja yang akan dijalankan.
Seperti diketahui, Purbaya memindahkan separuh uang pemerintah yang disimpan di Bank Indonesia ke dalam lima bank BUMN. Bank yang menerima, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., BNI, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk., dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI). Jumlahnya diatur berdasarkan ukuran atau size bank. BRI, BNI, dan Bank Mandiri mendapat masing-masing Rp 55 triliun. Lalu, di BTN mendapat Rp 25 triliun dan BSI sebesar Rp 10 triliun.
Didik Rachbini menyatakan proses penyusunan, penetapan dan alokasi APBN diatur oleh tiga aturan, yakni Undang-Undang Dasar atau UUD 1945 Pasal 23, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan UU APBN setiap tahun. Prosedur resmi dan aturan main ini yang harus dijalankan karena anggaran negara masuk ke dalam ranah publik.
“Kebijakan spontan pengalihan anggaran negara Rp 200 triliun ke perbankan dan kemudian masuk ke kredit perusahaan, industri atau individu, merupakan kebijakan yang melanggar prosedur yang diatur oleh Undang-Undang Keuangan Negara dan Undang-Undang APBN, yang didasarkan pada Undang-Undang Dasar,” katanya.
Alokasi anggaran negara, kata Didik Rachbini, tak bisa dijalankan atas perintah menteri atau presiden sekalipun. Pejabat-pejabat negara tersebut harus taat aturan menjalankan kebijakan sesuai rencana kerja pemerintah (RKP) yang datang dari kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. ”Tidak ada tiba-tiba program datang nyelonong di tengah-tengah semaunya,” ucapnya.
Pelaksanaan anggaran dan pengelolaan kas dijalankan oleh Kementrian Keuangan, baik penerimaan, belanja maupun utang. Semua pengelolaan tersebut harus berdasarkan dan diatur oleh undang-undang dan karenanya pejabat mana pun tidak boleh melanggarnya.
Didik Rachbini menjelaskan pemindahan dana Rp 200 triliun juga berisiko melanggar UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara, yakni pada pasal 22, ayat 4, 8 dan 9. Ketiga pasal tersebut memang mengatur soal penempatan rekening di bank umum untuk operasional APBN.
Menurut Didik Rachbini, Menteri Keuangan berdasarkan ketiga aturan tersebut memang dibolehkan membuka rekening untuk penerimaan dan pengeluaran di bank umum. Tapi rekening tersebut terbatas pada kepentingan operasional APBN, bukan untuk melaksanakan program yang tak ditetapkan dalam APBN.
Posting Komentar untuk "Kritik Didik Rachbini soal Pemindahan Dana Pemerintah Rp 200 Triliun ke Bank BUMN"
Posting Komentar