Kenapa Ada Orang yang Memilih Mengurung Diri Bertahun-Tahun? Ini Jawaban Psikologi Soal Fenomena Hikikomori!

menggapaiasa.com– Fenomena hikikomori pertama kali dikenal di Jepang dan menjadi sorotan ketika Saitō Tamaki mendefinisikannya sebagai kondisi di mana seseorang menarik diri ke dalam diri sendiri tanpa berinteraksi sosial setidaknya selama enam bulan, bahkan lebih.
Encyclopedia Britannica menyebutkan kebanyakan pelaku memilih untuk mengurung diri di dalam rumah, bahkan terkadang hanya di dalam kamarnya saja.
Mereka enggan sekolah, bekerja, atau menemui siapa pun, sampai keseharian benar-benar terasa hampa bahkan alam sekitar dianggap sebagai dunia asing.
Saitō sendiri menegaskan bahwa hikikomori adalah kondisi psikososial, bukan langsung penyakit mental, meskipun sering kali ditemukan bersamaan dengan gangguan mental lainnya seperti skizofrenia atau depresi.
Seberapa Banyak dan Siapa yang Terkena?
The Indian Express menjelaskan, menurut data keluaran pemerintah Jepang, sekitar 1,5 juta orang usia produktif diketahui hidup dalam kondisi hikikomori, dengan prevalensi mencapai sekitar 2 persen dari populasi usia 15–64 tahun.
Di lain sisi, laporan dari Nippon menyatakan bahwa pada tahun 2015, sekitar 540.000 orang berusia 15–39 tahun mengalami isolasi sosial berkepanjangan.
Tercatat juga fenomena ‘80/50 problem’, di mana seorang anak tetap mengurung diri sampai usia sekitar 50 tahun sementara orang tua mereka masuk usia 80-an dan tidak lagi sanggup merawat.
Kenapa Bisa Terjadi? Tekanan Sosial, Keluarga, hingga Teknologi
Tidak ada satu sebab tunggal yang menjelaskan fenomena hikikomori. Tekanan di dunia pendidikan Jepang yang sangat kompetitif sering disebut sebagai pemicu pertama.
Ketika kegagalan dianggap memalukan, maka isolasi menjadi pilihan ‘aman’.
Need Some Fun menyebut lingkungan keluarga juga berperan seperti gaya asuh yang terlalu protektif, komunikasi emosional yang minim, atau kebutuhan tinggi agar anak sukses bisa membuat seseorang menutup diri sebagai bentuk perlawanan terhadap harapan berlebih.
Selain itu, masalah seperti bullying, kecemasan sosial, atau gangguan kejiwaan termasuk depresi, fobia sosial, hingga autisme sering menjadi pemicu tambahan.
Era digital dan internet memungkinkan pelarian ke dunia maya, menjadikan kehidupan virtual sebagai pengganti interaksi nyata.
Menurut Britannica, para psikolog menggambarkan hikikomori sebagai campuran kompleks antara faktor psikologis, sosial, dan kultural.
Dalam banyak kasus, seseorang masuk ke pola hikikomori setelah mengalami stres berat seperti kegagalan atau trauma kecil yang berkembang menjadi isolasi jangka panjang.
Psikolog Suwa dan Suzuki dalam situs Britannica mengidentifikasi beberapa ciri pada hikikomori primer yaitu orang tanpa gangguan kejiwaan yang mendasari antara lain, perasaan kalah tanpa perlawanan, citra ideal yang dibangun bukan atas kehendak diri sendiri, dan dorongan menghindar agar tetap dipandang baik oleh orang lain.
Dampak Sosial dan Psikologis yang Membayangi
Mengurung diri selama bertahun-tahun membawa dampak ketat. Di sisi psikologis, isolasi berkepanjangan bisa menimbulkan kecemasan berat, depresi, hingga gangguan tidur, badan manusia dirancang untuk berinteraksi, dan tanpa itu, kesehatan mental bisa terguncang.
Secara sosial, keluarga sering terkekang, orang tua yang menua mungkin menjadi perawat tunggal, seolah terperangkap dalam situasi tanpa akhir apalagi jika anak tidak punya kerja atau penghasilan.
Disfungsi seperti ini tidak hanya menggelayut pada individu tetapi juga membebani struktur sosial dan fiskal negara saat populasi aktif menurun.
Meskipun tampak suram, banyak praktisi yakin bahwa hikikomori bisa dikendalikan, bukan dengan obat saja, tetapi lewat dukungan holistik.
Terapi psikososial, termasuk intervensi keluarga, home visit, komunitas sosial, hingga media virtual seperti metaverse, mulai diuji coba untuk membantu mereka kembali terhubung dengan dunia luar
Nippon menyebutkan beberapa pemerintah kota, seperti Edogawa di Tokyo, bahkan memulai program pertemuan virtual agar hikikomori dapat mulai berinteraksi tanpa tekanan bertatap langsung.
Fenomena hikikomori adalah cermin dari tantangan psikologis tunggal yang tumbuh dalam tekanan budaya modern.
Ketika dunia semakin cepat bergerak dan ekspektasi semakin tinggi, beberapa individu memilih untuk mundur ke dalam, menghindar dari penerimaan atau penolakan sosial.
Namun, menutup diri bukan jawaban abadi. Dengan pendekatan psikologis yang hangat, inklusif, dan berbasis komunitas, kita dapat membuka peluang bagi mereka untuk menemukan kembali keberanian hidup bersama dan merayakan keberadaan mereka tanpa terjebak stigma.
Posting Komentar untuk "Kenapa Ada Orang yang Memilih Mengurung Diri Bertahun-Tahun? Ini Jawaban Psikologi Soal Fenomena Hikikomori!"
Posting Komentar