Faktor Sosial dan Ekonomi Pengaruhi Kasus Bunuh Diri, Masyarakat Harus Punya Empati

PIKIRAN RAKYAT - Kasus bunuh diri ibu di Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, mendapatkan perhatian berbagai pihak. Bahkan, kabar tersebut mengguncangkan jagat maya dan menjadi viral di media sosial.

Kepala Koordinator Into The Light Indonesia yang juga merupakan Youth Mental Health and Suicide Prevention Advocat, Benny Prawira Siauw, menuturkan, kasus tersebut bukan kasus yang jarang terjadi. Terutama bagi seorang ibu yang mengalami masalah-masalah melahirkan.

"Kalau kita melihat secara pola umum, memang ada kemungkinan kalau ibu baru melahirkan itu mengalami gangguan jiwa pascamelahirkan, terutama ketika tidak ada support system, terus masalah ekonomi," tutur Benny yang merupakan suiciolog pada Senin, 8 September 2025.

Menurutnya, bila diterpa masalah ekonomi, maka bakal sulit juga untuk mendapatkan jasa fasilitas kesehatan. "Boro-boro mereka bisa mengecek ke layanan kesehatan, orang bisa hidup sehari-hari saja mungkin sulit, gitu. Apalagi ada faktor-faktor di mana ada konflik dengan suami, segala macamnya," ujarnya.

Berdasarkan kasus yang sudah terdiagnosis, seperti dikatakan Benny, memang ada kecenderungan di mana seorang ibu yang memiliki gangguan jiwa setelah melahirkan itu mengalami masa-masa di mana mereka merasa ingin membunuh anaknya.

"Karena itu ada beberapa faktor dalam mekanisme psikologisnya mereka, gitu. Karena mereka melihat, mungkin dunia tidak lebih aman kalau anaknya hidup. Tidak lebih baik, gitu," ujar Benny.

Pikiran seperti itu yang mengantarkan seorang ibu mengakhiri hidup dan kehidupan anaknya. Hal tersebut bisa terjadi lantaran mereka dibawa dalam pikiran irasional karena gangguan jiwa.

Selain itu, menurut Benny, ada pula yang merasa tidak memiliki keyakinan yang begitu kuat, atau bahkan mendengar suara untuk mengakhiri nyawa anak sendiri.

Bagaimana Mencegah Orang Bunuh Diri?

Benny menyarankan, sebagai pencegahan masyarakat tidak menghakimi kasus-kasus serupa. Lantaran, menurutnya, bisa jadi ada ibu yang sedang mengalami masalah-masalah seperti itu.

"Akhirnya makin malu untuk mencari bantuan karena mereka merasa disalahkan sebagai seorang ibu, gitu," tutur dia.

Empati, tuturnya, adalah hal yang mesti dimiliki. "Jadi, salah satu langkah pertama yang bisa kita lakukan untuk pencegahan sebagai individu adalah menghindari penghakiman kepada kasus ini," katanya.

Kedua, faktor sosial, ekonomi, politik yang menentukan munculnya gangguan jiwa karena sebagai respons terhadap kondisi yang tidak memungkinkan jiwanya tumbuh sehat. Ada banyak faktor struktural dalam kasus bunuh diri, seperti masalah ekonomi, terjerat pinjaman online. Selain itu, masalah keluarga.

"Jadi, di luar masalah-masalah klinis dari gangguan jiwanya bahkan gangguan jiwanya sendiri juga muncul kan karena sebagai respons terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang tidak memungkinkan jiwanya itu tumbuh dengan sehat," tutur dia.

Hal tersebut yang menurutnya mesti secara perlahan perlu dilihat bagaimana pemerintah memberi kebijakan yang lebih baik untuk perlindungan ekonomi, hingga kondisi ibu hamil dan melahirkan.

"Bukan cuma masalah check up di layanan, tapi juga memberikan pekerjaan dan cuti hamil segala macam. Terus juga bagaimana mereka memastikan kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan ekonomi maupun fisik itu tidak terjadi. Atau kalau terjadi ada hukuman yang restoratif," katanya.

Studi Alfan Biroli yang diterbitkan SIMULACRA pada 2018 mengungkapkan kalau bunuh diri merupakan sebuah fakta sosial, keadaan tersebut terdapat di berbagai lapisan masyarakat.

"Gejala-gejala yang tampak berada pada gejala sosial bukan gejala individu. Pengaruh dari hubungan sosial dan struktur sosial dalam masyarakat sangat memengaruhi terhadap perilaku individu-individu," tuturnya.***

Posting Komentar untuk "Faktor Sosial dan Ekonomi Pengaruhi Kasus Bunuh Diri, Masyarakat Harus Punya Empati"