Bill Drayton: Wirausaha Sosial Memberikan Dampak Perubahan

Empat orang mahasiswa Harvard University mengarungi perjalanan darat yang panjang dan melelahkan dari Jerman ke India pada tahun 1963. Bill Drayton muda ada di antara mereka. Ia masih berusia 20 tahun saat itu, dengan semangat membara dan gagasan luhur soal kesejahteraan sosial yang terinspirasi dari Mahatma Gandhi.

Perjalanan itu akan selamanya membekas bagi Bill Drayton. Bertahun-tahun kemudian, ia mendirikan Ashoka Foundation pada 1981. Lembaga filantropi itu bermula di India kemudian merambah ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Ia mempelopori istilah wirausaha sosial, sebuah gerakan yang menggabungkan motif bisnis dan perubahan di masyarakat. 

Hingga saat ini, Ashoka memiliki ratusan fellow di berbagai negara. Para fellow ini bekerja di bidangnya masing-masing dan menunjukkan perubahan besar di masyarakat. “Semua orang bisa menjadi agen perubahan,” katanya.

menggapaiasa.commendapatkan kesempatan langka untuk melakukan wawancara eksklusif dengan Bill Drayton. Di usianya yang sudah mencapai 83 tahun, ia masih terlihat bugar. Bill mengaku masih sering berpetualang di kaki pegunungan Montana sambil menyalurkan hobi fotografinya. Ia bahkan menunjukkan beberapa hasil jepretannya yang memukau kepadamenggapaiasa.com

Berikut petikan wawancaranya:

Anda menelurkan istilah kewirausahaan sosial pada 1980-an. Apa yang berbeda antara kewirausahaan yang dulu Anda impikan dengan yang Anda lihat saat ini?

Esensi tentang siapa wirausaha sosial itu sama. Seseorang yang di dalam hatinya berkomitmen untuk kebaikan bersama. Dan kalau tidak berhasil, mari kita coba ide yang lain, sampai nanti ketemu pola baru. Esensi itu tidak berubah, tetapi tentu dunia yang berubah.

Wilayah bidang-bidang kita sekarang ini semakin canggih, kita harus belajar untuk bekerja sama, dengan cara-cara yang dulunya kita tidak paham bagaimana cara mulainya. Anda tidak bisa punya kehidupan jika Anda tidak bisa menjadi pemberi. Kalau Anda tidak bisa memberi, Anda tidak akan sehat, Anda tidak akan bahagia.

Itu faktanya, sangat jelas sekali. Dalam dunia yang ditentukan oleh perubahan, Anda harus menjadi agen perubahan. Kita percaya bahwa cara yang paling mendasar adalah hak untuk memberi.

Anda memulai Ashoka dari India tahun 1980, kemudian masuk ke Indonesia tiga tahun kemudian. Mengapa Anda memulai dengan dua negara itu?

Karena dua negara ini adalah dua dari empat negara terbesar di dunia. Cina tampaknya tidak terlalu menyambut individu yang punya ide untuk mengubah banyak hal. Amerika Serikat sangat mahal. Meskipun saat ini kita bekerja di Amerika Serikat dan juga 99 negara lain ya.

India dan Indonesia punya energi dan keunggulan dari generasi mudanya. Sekarang energinya semakin besar. Sama juga dengan India. Indonesia di tahun 1940 sedikit sekali yang punya gelar sarjana. Sekarang Anda punya literasi yang baik, tingkat pendidikan yang tinggi, dan tingkat inovasinya di bidang kita ini, khususnya di social entrepreneurship, sangatlah luar biasa. Di Asia Selatan dan Asia Tenggara, India dan Indonesia adalah dua negara yang sangat-sangat besar sekali.

Apa yang paling Anda suka dari Indonesia?

Kombinasi orang-orang yang sangat kuat yang menyebabkan perubahan besar, tapi sangat peduli. Itu adalah kombinasi yang sangat hebat.

Bagaimana Ashoka menyelaraskan program-program dan visinya dengan permasalahan lingkungan yang kita hadapi?

Social entrepreneur sangat kuat bekerja di bidang-bidang ini di berbagai tempat di dunia. Para fellow Ashoka telah mengubah kebijakan nasional dan internasional sejak pertama kali diluncurkan. Banyak juga yang bekerja di bidang lingkungan. Saat ini kita berkolaborasi dalam program yang kita sebut sebagai People and Planet.

Salah satu fellow Ashoka di Indonesia, kalau Anda tahu namanya Tri Mumpuni. Dia peneliti yang mengembangkan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) di berbagai daerah. Kemudian di India, kami juga baru saja memilih seorang fellow yang menggunakan drone dan AI untuk membantu para petani kecil di India dengan pasar internasional.

Jika kita mengumpulkan ratusan inovator seperti mereka dalam kolaborasi People and Planet, ini akan sangat kuat sekali.

Bagaimana pandangan Anda terhadap masalah perubahan iklim?

Kolaborasi sangat diperlukan. Saya kira bidang lingkungan memiliki kelemahan yang struktural. Kita memiliki dukungan yang cukup beragam dan tersegmentasi. 

Salah satu ide yang berasal dari kolaborasi People and Planet ini cukup sederhana. Tapi ini cukup baru. Bagaimana kalau kita berhenti mengenakan pajak pada pekerjaan tapi alih-alih kita mengenakan pajak yang sama pada material energi, penggunaan lahan, dan juga polusi.

Ini sangat sederhana. Tidak ada birokrasi. Kita tidak perlu memilih pemenang ataupun siapa yang kalah. Tidak ada keraguan di sini. Tapi impact-nya sangat besar. Kalau kita melakukan itu di Amerika Serikat, ini akan menghasilkan jumlah pekerjaan setara sebanyak 50 juta.

Ini akan menghasilkan peningkatan tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi dan juga sangat signifikan, dan sangat sustainable. Ini menjadi salah satu sinyal yang sangat kuat untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi. Tapi ini adalah ide yang sangat baru. Oleh sebab itu kita membutuhkan social entrepreneurs. Ide baru ini tidak lahir dari birokrasi.

Bagaimana Anda melihat peran Ashoka ke depan, baik di Indonesia maupun secara global?

Jika kami bisa membantu Indonesia bekerja secara alami untuk menjadi tempat di mana setiap orang mampu menjadi pemberi—yang berarti memiliki keterampilan untuk membuat perubahan—maka mereka akan bersedia membantu orang lain. Ini akan melipatgandakan dampak. Indonesia akan menjadi tempat yang tidak terpecah, tidak penuh tekanan negatif, tetapi positif.Indonesia dengan nilai-nilai historisnya bisa hidup kembali. 

Setiap orang membantu orang lain menjadi versi terbaik dari dirinya, menjadi pemberi terbaik. Bayangkan betapa kuatnya hal tersebut. Setiap orang memiliki kekuatan kreatif, mampu menghasilkan ide-ide, membentuk tim, dan membuatnya berhasil. Ini akan luar biasa, dan ini sudah sangat dekat. Jadi kita benar-benar bisa melihat bahwa ini nyata, dan kita perlu bekerja bersama untuk mewujudkannya.

Jika Indonesia berhasil, maka Indonesia akan menjadi model global. Indonesia adalah salah satu dari dua atau tiga negara yang memimpin dunia dalam evolusi saat ini. 

Bagaimana Ashoka membangun kolaborasi dengan pemerintah dan sektor korporasi di Indonesia?

Jika kita ingin mengubah masyarakat secara signifikan, kita tentu harus bekerja sama dengan pemerintah, bisnis, dan masyarakat. Di Indonesia, Ashoka bekerja dengan organisasi seperti Muhammadiyah, NU, dan berbagai sekolah serta kementerian, termasuk Kementerian Pendidikan. Mereka sangat tertarik dan terbuka terhadap kolaborasi. Kami memiliki lebih dari 1.400 fellow, dan 89% dari mereka melibatkan anak-anak sebagai penggerak utama.

Apa dampak dari pelibatan anak-anak sebagai changemaker?

Ini berdampak sangat positif. Skor matematika dan bahasa meningkat, dan tingkat perundungan menurun. Anak-anak berusia 14 tahun bisa membentuk tim, mengubah sekolah dan lingkungannya. Mereka tahu mereka adalah changemaker. Kebanyakan dari mereka berasal dari sekolah negeri karena 90% anak-anak Indonesia bersekolah di sana.

Mengapa setiap anak harus menjadi changemaker?

Dunia berubah sangat cepat dan sangat terkoneksi. Jika seorang anak tidak memiliki pengalaman menjadi changemaker, dia tidak siap menghadapi dunia. Seperti belajar naik sepeda, begitu mereka bisa, mereka tidak akan lupa. Dan ini memberi mereka kekuatan seumur hidup.

Apa tantangan terbesar di Indonesia menurut Anda?

Jumlah penduduk yang besar, dan banyak yang masih tertinggal. Ini masalah umum yang banyak dihadapi negara di seluruh dunia. Bukan hanya soal pendapatan, tetapi soal kemampuan menjadi changemaker. Jika mereka tidak memiliki kemampuan itu, mereka tidak bisa bermain dalam “game” baru dunia sekarang.

Apa dampaknya jika seseorang tidak menjadi changemaker?

Mereka kehilangan harapan, menyalahkan diri sendiri dan orang lain, dan masyarakat menjadi tidak terintegrasi. Di AS, negara bagian dengan jumlah changemaker rendah kehilangan empat tahun harapan hidup dalam satu generasi sebelum COVID. Itu adalah krisis yang serius.

Apa sebenarnya akar masalah ketimpangan ini?

Dunia berubah terlalu cepat. Sejak 1700, pertumbuhan income per kapita meningkat drastis, dan sekarang perubahan itu makin cepat. Tapi banyak orang belum menyadari kerangka baru ini. Kita masih melihat gejala, bukan akar masalahnya.

Bagaimana Ashoka menyikapi perubahan demografi, terutama soal bonus demografi dan lansia?

Jika semua orang menjadi changemaker, tidak akan ada masalah. Bahkan lansia bisa menjadi bonus, bukan beban. Kita perlu memperlakukan mereka sebagai sumber daya, bukan sekadar orang yang butuh bantuan. Mereka punya pengalaman hidup dan bisa memberi kontribusi besar.

Apa kriteria utama menjadi Ashoka Fellow?

Ada lima hal. (1) kualitas kewirausahaan, (2) ide besar yang bisa mengubah sistem, (3) komitmen jangka panjang, (4) keterampilan sosial dan emosional, dan (5) integritas etis. Seleksinya ketat dan multi-tahap, dengan panel juri independen.

Bagaimana Ashoka mengukur dampak para fellow-nya?

Kami melihat sejauh mana ide mereka diadopsi di masyarakat. Berapa proporsi anak-anak yang jadi changemaker? Apakah budaya everyone a changemaker sudah terbangun? Kami juga mengukur keterlibatan pemangku kepentingan: orang tua, guru, sekolah, komunitas.

Apa program unggulan Ashoka di Indonesia?

Program seperti Ashoka Young Changemakers dan Youth Venture sangat penting. Mereka membantu anak-anak menjadi agen perubahan. Kami juga membangun kemitraan strategis dengan komunitas lokal, organisasi agama, dan pendidikan.

Bagaimana Ashoka melihat peran lansia dalam masyarakat?

Mereka adalah sumber daya besar yang selama ini sering disingkirkan. Kita harus membangun kebijakan dan budaya yang memberdayakan mereka. Memberi mereka peran nyata sebagai pemberi dan changemaker.

Adakah program khusus Ashoka untuk lansia?

Ya, salah satunya adalah “Framework for New Longevity.” Indonesia adalah salah satu tempat prototipe utama karena kreativitas masyarakatnya. Tujuannya agar lansia punya kesempatan yang setara untuk memberi dan berkontribusi.

Apa peran Ashoka di masa depan, baik di Indonesia maupun global?

Jika kita bisa menjadikan Indonesia tempat di mana setiap orang menjadi pemberi, maka Indonesia akan menjadi contoh global. Nilai-nilai historis Indonesia bisa hidup kembali. Indonesia bisa jadi negara yang bersatu, tidak terpecah, dan menjadi model bagi dunia.

Posting Komentar untuk "Bill Drayton: Wirausaha Sosial Memberikan Dampak Perubahan"