Transformasi Bisnis Konveksi Maizil Ilham dan Deni Indra, Dari Tanah Abang ke Pasar Digital

menggapaiasa.com - Perjalanan bisnis konveksi Maizil Ilham dimulai sejak 2012. Saat membantu pamannya berdagang pakaian, termasuk atribut partai, di kawasan Tanah Abang. Berbekal pengalaman dan jaringan, dia mantap membuka usaha konveksi sendiri pada 2016 setelah menikah.
Fokus produksinya adalah fashion perempuan. Seperti gamis, tunik, dan kulot. Dengan target pasar utama di Tanah Abang dan Thamrin City. Hanya saja, produksi menurun ketika pandemi Covid-19. Sejalan dengan penjualan sejumlah brand juga lesu. Stok menumpuk. Meski, beberapa brand masih berjalan sampai saat ini.
Ketika kebijakan pengetatan mobilitas sudah selesai, kondisi mulai normal. Namun, nyatanya belum bisa membalikkan produksi seperti di 2017 hingga 2019.
"Bisa dibilang 60 sampai 70 persen brand yang pesan ke kami gulung tikar. Karena pasar juga berubah," ungkap Ilham saat Jawa Pos mengunjungi lokasi konveksi di Jatinegara, pertengahan Juli 2025 lalu.
Kondisi tersebut memaksa Ilham dan timnya untuk beradaptasi. Dua tahun belakangan ini, dia mengubah target pasar dan berusaha merangkul brand-brand yang laris berjualan online.
Mereka tidak perlu punya toko di Tanah Abang maupun Thamrin City. Cukup berjualan dari rumah dan tidak memiliki tempat produksi sendiri.
"Nah, kami fasilitasi itu. Mau terima bersih boleh untuk desain busana dan produksi dari kami. Atau desain dari mereka, kami yang produksi juga bisa. Kami juga memperluas pasar ke komunitas. Misalnya membutuhkan seragam. Kami tampung semuanya," ungkap pria kelahiran Tanah Datar, Sumatera Barat itu.
Kuantitas produksi konveksi yang dikelola Ilham tergantung musiman. Rata-rata konveksi bisa memproduksi 15 ribu pakaian per bulan. Namun, saat tiga bulan sebelum Ramadan dan lebaran, produksi bisa melonjak empat kali lipat.
"Kami juga menambah penjahit. Bahkan untuk mengejar target produksi bisa bekerja 24 jam," imbuhnya.
Perubahan strategi bisnis tak lepas dari peran Deni Indra, rekan bisnis Ilham yang bersama-sama membangun CV Hasanah Abadi Jaya. Deni mengenal Ilham sejak 2016. "Ilham ini teman akrab adik saya. Kami bertemu di 2016. Saat itu saya main ke rumah konveksi Ilham," kenang Deni.
Melihat hasil produksi konveksi Ilham, Deni punya keinginan untuk menjual brand fashion juga. "Kebetulan saya juga tidak paham cara beli bahan dan menjahit. Ayo saya ajak kerja sama. Saya masuk ke usaha brand fashion ini sistemnya berbagi saham dengan Ilham. Kami juga mengembangkan jaringan mitra brand yang ingin produksi di CV Hasanah Abadi Jaya," jelasnya.
Deni yang juga aktif di komunitas wirausaha seperti Tangan di Atas dan Perempuan Digdaya, ikut membawa perubahan signifikan dalam pengelolaan bisnis. Dia mengenalkan strategi pemasaran digital (digital marketing) dan menjalin relasi dengan berbagai mitra, termasuk sekolah, instansi pemerintah daerah, dan kementerian untuk pengadaan seragam.
Dia juga mengikuti program pelatihan dari Kementerian Koperasi dan UMKM bersama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) pada 2022. Mendapat berbagai pelatihan kewirausahaan, presentasi dengan sejumlah investor, tata kelola keuangan, membuat laporan keuangan, dan koneksi.
"Termasuk saya bertemu Yeti yang sekarang menjadi istri di komunitas itu. Setelah pelatihan itu, kami bertiga sepakat untuk mengembangkan usaha bersama," ujarnya.
Menurut dia, pandemi Covid-19 memang mengubah cara berjualan. Masuk ke pasar online, mengembangkan digital marketing, dan mengunggah sejumlah konten sebagai media untuk memasarkan pakaian hasil produksi. Memanfaatkan media sosial maupun marketplace.
Deni mengaku, awal mengajak Ilham untuk berjualan digital marketing agak ribet. Tapi dia mengajaknya untuk berpikir jauh ke depan. Mengajari mulai menjual lewat media sosial, membuat foto maupun video produk yang menarik, dan melakukan promosi secara online.
"Brand kami memiliki keunggulan dari sisi efektivitas. Melakukan produksi sendiri, paham bahan berkualitas, dan sisa-sisa bahan produksi pakaian bisa dimanfaatkan untuk sample produk lainnya. Memang prosesnya nggak mudah. Ada setahun sih kayak pengen berantem aja sama Ilham," beber pengusaha 41 tahun itu.
Ilham mengakui peran besar Deni dalam transformasi digital usaha mereka. Memang sering kena marah. Tapi juga bersyukur bisa belajar banyak soal digital. Gratis.
"Saya memang banyak tanya waktu itu ke uda Deni. Meski kadang ya kena marah. Saya berpikir ini juga dapat ilmu gratis soal digital. Tidak bayar. Cuma kena omelan doang, tidak apa-apa," celetuk pria 37 tahun itu.
Ilham memang dituntut harus multitasking. Selain terlibat produksi konveksi, juga mengurus penjualan secara digital. Meski, CV Hasanah Abadi Jaya memiliki 11 penjahit. "Tapi, saya lebih fokus yang berjualan di Shopee. Karena saya masih harus turun langsung produksi seperti potong bahan dan jahit," terangnya.
Saat ini, CV Hasanah Abadi Jaya menawarkan harga produk berkisar antara Rp 70 ribu hingga Rp 250 ribu. Keunggulan mereka terletak pada kualitas bahan, efektivitas produksi, dan kemampuan mengoptimalkan sisa bahan untuk pembuatan sampel produk lainnya.
Kini, Ilham dan Deni tengah mengembangkan brand Alus Creation. Selain memproduksi baju Muslimah, juga mengembangkan pasar busana muslim pria. Ke depan, keduanya juga ingin masuk ke ekosistem UMKM BSI.
"Tidak hanya mengandalkan penjualan melalui digital, tapi juga skala lebih besar. Semoga tahun depan bisa showcase di BSI Internasional Expo," harap Deni.
Brand CV Hasanah Abadi Jaya:
-Hasanah
-Alus Creation
-Nakumi
-Binbush
Brand mitra:
-Miq Fashion
-Nuki Label
-Diona Label
Posting Komentar untuk "Transformasi Bisnis Konveksi Maizil Ilham dan Deni Indra, Dari Tanah Abang ke Pasar Digital"
Posting Komentar