Definisi Saksi dalam RUU KUHAP Masih Diskriminatif Terhadap Penyandang Disabilitas

menggapaiasa.com, Jakarta - Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) yang tergabung pada Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), mengkritisi pasal yang mengatur hak-hak penyandang disabilitas.
Aktivis PJS, Nena Hutahaean menilai bahwa pasal yang mengatur hak-hak penyandang disabilitas hanyalah tempelan semata dari aturan lama, dan sifatnya tokenistik. "Karena definisi saksi pun dalam definisi KUHAP yang disusun pemerintah sampai saat ini masih pada definisi lama, yakni saksi adalah orang yang melihat, mendengar, dan merasakan," kata dia dalam acara diskusi yang digelar di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Selasa petang, 8 Juli 2025.
Dia menyebut bahwa RUU KUHAP masih abelistik dan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas. Sebab, ketika kelompok disabilitas berhadapan dengan hukum, keterangan dari kelompok disabilitas atau pada saat dia menjadi saksi, maka keterangannya tidak akan dipakai karena dianggap tidak melihat.
Kondisi di lapangan saat ini pun, kata Nena, bukan tidak ada kasus hukum yang sedang dihadapi kelompok disabilitas hanya karena tidak adanya laporan bahkan proses pemeriksaan oleh lembaga penegak hukum. Melainkan proses hukumnya selalu gagal ketika harus menghadirkan seorang saksi dengan latar belakang yang juga seorang penyandang disabilitas. "Karena sudah terbentur dengan kalimat melihat, mendengar, merasakan," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa definisi melihat dan medengar dalam RUU KUHAP hanya terbatas menggunakan mata dan telinga karena sifat melihat dan mendengar. Padahal, definisi melihat dan mendengar pada kelompok disabilitas sangat berbeda sehingga tidak bisa disamakan dengan kelompok nondisabilitas.
Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersama Kementerian Hukum dan Kementerian Sektetariat Negara menggelar rapat kerja perdana membahas Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) hari ini, Selasa, 8 Juli 2025.
“Rapat hari ini dalam rangka pembicaraan tingkat satu membahas RUU tentang Hukum Acara Pidana, karena kuorum fraksi sudah terpenuhi, rapat ini kami nyatakan terbuka untuk umum,” ujar Ketua Komisi Hukum DPR RI Habiburokhman di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, pada Selasa.
Dalam agenda rapat kali ini, Kementerian Hukum yang diwakili oleh Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej menyerahkan naskah Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KUHAP kepada Komisi Hukum secara resmi.
RUU KUHAP akan menggantikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Revisi KUHAP ini merupakan inisiasi Dewan Perwakilan Rakyat dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Posting Komentar untuk "Definisi Saksi dalam RUU KUHAP Masih Diskriminatif Terhadap Penyandang Disabilitas"
Posting Komentar