Terancam oleh Mafia Tanah, Proyek Tol Betung-Tempino-Jambi Hampir Tumbang: Modus Licik Mengancam Perekonomian!

PR GARUT — Proyek strategis nasional Tol Betung-Tempino-Jambi yang diharapkan mempercepat konektivitas Palembang-Jambi hampir saja lumpuh total akibat ulah mafia tanah. Modus penguasaan ilegal atas lahan negara oleh seorang pengusaha ternama menyeret proyek vital ini ke dalam pusaran hukum dan memperlambat pembangunan hingga memicu kekhawatiran soal stabilitas ekonomi daerah.

Kasus bermula dari klaim sepihak yang diajukan PT Sentosa Mulia Bahagia (SMB), yang dipimpin oleh pengusaha kawakan Kemas Abdul Halim Ali atau Haji Alim. Perusahaan tersebut menyatakan dua bidang tanah seluas 34 hektar di Kecamatan Tungkal Jaya sebagai miliknya. Namun hasil investigasi Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) menunjukkan bahwa lahan yang diklaim adalah milik negara dan termasuk bekas kawasan hutan.

Puncaknya terjadi ketika Haji Alim, melalui mantan pegawai BPN, diduga memalsukan dokumen penguasaan fisik tanah. Dengan memanipulasi surat-surat, termasuk mengintervensi perangkat desa, mereka mencoba meyakinkan otoritas agar ganti rugi jatuh ke tangan mereka. Akibatnya, proses pembebasan lahan tersendat. Seksi 1 dan 2 dari proyek sepanjang 170 kilometer itu mengalami keterlambatan signifikan.

Menurut Kepala Kejari Musi Banyuasin, Roy Riady, jika tidak segera diatasi, potensi kerugian negara bisa membengkak. Beruntung, upaya penegakan hukum berjalan cepat dan dua tersangka telah ditetapkan. “Kalau hukum tidak ditegakkan, negara bisa rugi besar. Ini soal uang rakyat dan pembangunan jangka panjang,” tegasnya.

Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo menyatakan bahwa persoalan tersebut sudah ditangani dan tak lagi menjadi hambatan utama. Meski demikian, ia meminta seluruh pihak meningkatkan koordinasi lintas sektor, termasuk dengan ATR/BPN dan pemerintah daerah, untuk mencegah kasus serupa di masa depan. "Koordinasi adalah kunci. Jangan biarkan satu celah merusak proyek nasional,” katanya saat meninjau pembangunan Jembatan Musi 5.

Ketua Jurusan Manajemen FE Universitas Sriwijaya, Ichsan Hadjri, mengingatkan bahwa keterlambatan proyek seperti ini bisa berdampak sistemik. Selain membengkaknya biaya, distribusi logistik terganggu, daya saing produk lokal melemah, dan investor bisa kehilangan kepercayaan. “Potensi kerugian bisa miliaran per bulan. Ini bukan sekadar konflik lahan, tapi ancaman ekonomi regional,” ujarnya.

Dari sisi teknis, meski lahan yang disengketakan hanya sekitar 4 kilometer, prosesnya sempat menahan laju pengerjaan keseluruhan ruas tol. Direktur Operasi I Waskita Karya, Aris Asmoko, menyebut keterlambatan tersebut masih bisa dikejar, namun ia mengakui kasus ini menjadi alarm keras soal pentingnya tata kelola pembebasan lahan.

Progres proyek saat ini cukup bervariasi. Seksi 3 (Bayung Lencir–Tempino) telah 100 persen rampung dan mulai dioperasikan sejak akhir 2024. Namun, seksi 1 dan 2 baru menyelesaikan sekitar 17 persen dari pekerjaan konstruksi, sedangkan seksi 4 ditargetkan selesai pada kuartal III 2025.

Kejadian ini kembali mengingatkan bahwa mafia tanah bukan sekadar isu administratif, melainkan ancaman nyata terhadap pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Pemerintah, aparat hukum, dan masyarakat sipil perlu bersinergi untuk memastikan proyek vital tak tergadai oleh segelintir individu yang mencari keuntungan pribadi.

Kasus mafia tanah dalam proyek Tol Betung-Tempino-Jambi menjadi bukti nyata bahwa penyimpangan dalam proses pembebasan lahan bisa berakibat luas—bukan hanya menunda pembangunan, tapi juga mengguncang stabilitas ekonomi daerah. Kunci utama pencegahan: koordinasi kuat, transparansi, dan penegakan hukum tanpa kompromi. Jangan biarkan infrastruktur nasional tersandera oleh kepentingan pribadi.***

Posting Komentar untuk "Terancam oleh Mafia Tanah, Proyek Tol Betung-Tempino-Jambi Hampir Tumbang: Modus Licik Mengancam Perekonomian!"