Prabowo Absen di KTT G7, Fokus Media Lewati Pertemuan dengan Putin

menggapaiasa.comJURNAL NGAWI - Sejumlah media internasional menyoroti keputusan Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, yang lebih memilih menghadiri pertemuan dengan Presiden Vladimir Putin di Rusia, ketimbang hadir di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 yang berlangsung di Kanada, 16–17 Juni 2025.

Media terkemuka seperti Reuters, Financial Times, dan The Australian menyoroti langkah Presiden Prabowo, yang dianggap sebagai manuver penting dalam politik luar negeri Indonesia.

Dalam laporannya, Reuters menulis: "Putin hosts Indonesia's Prabowo in Russia in bid to deepen ties," menggambarkan pertemuan bilateral yang berlangsung di sela St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF), 18–20 Juni 2025. Pertemuan ini mencakup pembahasan kerja sama pertahanan, energi nuklir, hingga pengembangan pelabuhan antariksa di Biak.

Sementara itu, Financial Times menyoroti ketidakhadiran Prabowo di G7 dengan judul: "Vladimir Putin’s investment forum fails to attract western companies" , namun kehadiran Indonesia dinilai memberikan bobot baru bagi forum tersebut di tengah isolasi Barat.

The Australian juga mengangkat tajuk: “Indonesia puts a rocket under Russia ties,” yang menyoroti pergeseran hubungan strategis Indonesia-Rusia. Media Australia itu menulis bahwa Indonesia tetap menjaga posisi bebas-aktif namun memperkuat hubungan dengan kekuatan Timur.

BBC News dan Bloomberg turut melaporkan bahwa Prabowo sebenarnya menerima undangan dari Perdana Menteri Kanada Mark Carney untuk hadir di G7, namun memilih fokus pada prioritas kawasan dan kunjungan strategis ke Rusia serta Singapura.

Pihak Istana menyampaikan bahwa agenda kunjungan ke Rusia sudah dipersiapkan sejak lama, bersamaan dengan kunjungan sebelumnya ke Singapura. Padatnya jadwal membuat kehadiran di G7 menjadi tidak memungkinkan.

Analis geopolitik menilai langkah Prabowo sebagai sinyal bahwa Indonesia menjaga kebijakan luar negeri yang non-blok dan memperkuat kerja sama dengan Rusia di bidang energi dan pertahanan.

Langkah ini juga dinilai sebagai bagian dari strategi diversifikasi, mengingat dinamika geopolitik global saat ini yang semakin terpolarisasi.***