NTT Dalam Kebimbangan: Wacana Pemisahan Kabupaten Ende ke Provinsi Baru Menggejolak - MENGGAPAI ASA

NTT Dalam Kebimbangan: Wacana Pemisahan Kabupaten Ende ke Provinsi Baru Menggejolak

menggapaiasa.com.PRMN - Arah politik dan identitas wilayah di Nusa Tenggara Timur mulai mengalami dinamika baru. Kabupaten Ende, salah satu daerah penting di Pulau Flores, kini tengah disorot karena munculnya wacana mengejutkan: keinginan untuk keluar dari Provinsi NTT dan membentuk atau bergabung dengan provinsi baru berbasis etnis dan budaya Manggarai.

Meski masih berupa wacana, gerakan ini bukan sekadar suara segelintir orang. Ia muncul dari aspirasi masyarakat akar rumput, tokoh adat, hingga elite lokal yang merasa bahwa Ende selama ini kurang mendapatkan perhatian pembangunan yang setara dari pusat pemerintahan provinsi di Kupang. Ditambah dengan ikatan sejarah dan budaya yang dekat dengan Manggarai, wacana ini terasa semakin masuk akal.

Namun, di balik keinginan untuk perubahan, muncul berbagai pertanyaan besar: Apakah pemisahan ini akan memperkuat pembangunan atau justru menimbulkan instabilitas baru? Artikel ini akan mengupas tuntas dinamika politik, sosial, dan ekonomi dari wacana pemekaran ini.

Latar Belakang Wacana: Identitas Budaya dan Ketimpangan Pembangunan

Wacana pemisahan Kabupaten Ende dari Provinsi NTT tidak muncul begitu saja. Ini adalah akumulasi dari perasaan marginalisasi, khususnya dalam konteks pembangunan infrastruktur, pelayanan publik, dan alokasi anggaran yang dirasa tidak proporsional. Banyak masyarakat menilai bahwa wilayah Flores bagian tengah, termasuk Ende, tertinggal dibanding wilayah barat dan ibu kota provinsi di Kupang.

Lebih dari itu, Ende juga memiliki kedekatan historis dan budaya yang kuat dengan wilayah Manggarai dan sekitarnya. Hal ini menumbuhkan narasi bahwa bergabung dalam sebuah provinsi berbasis budaya lokal akan menciptakan sistem pemerintahan yang lebih mengakar pada identitas masyarakat dan mempercepat kemajuan daerah.

Jika dilihat secara objektif, Ende memang memiliki potensi besar: pariwisata berbasis sejarah Bung Karno, kekayaan adat-istiadat, dan posisi strategis di tengah Flores. Maka tak heran, wacana untuk menentukan arah sendiri mulai diperhitungkan secara serius oleh sebagian elemen masyarakat.

Dukungan dan Pro-Kontra di Tengah Masyarakat

Wacana ini tentu memunculkan spektrum reaksi. Sebagian masyarakat dan tokoh lokal menyambutnya dengan antusias sebagai bentuk kemandirian dan perlawanan terhadap dominasi pusat provinsi. Mereka percaya bahwa pemisahan akan memberikan ruang lebih besar bagi masyarakat Ende untuk menentukan nasibnya sendiri.

Namun, tidak sedikit pula yang khawatir bahwa langkah ini akan menimbulkan konflik identitas baru, memecah persatuan, dan justru memperlambat pembangunan jika tidak dipersiapkan dengan matang. Beberapa pihak juga mempertanyakan kesiapan infrastruktur pemerintahan dan dukungan dari pemerintah pusat terhadap pemekaran ini.

Diskusi dan dialog terbuka menjadi kunci. Jika wacana ini terus tumbuh tanpa fondasi hukum dan perencanaan yang kuat, ia bisa berubah menjadi sumber perpecahan. Namun jika dikelola secara demokratis dan inklusif, ia bisa menjadi jalan baru menuju keadilan wilayah yang selama ini diidam-idamkan.

Kemungkinan Bergabung dengan Provinsi Manggarai Raya

Salah satu skenario yang paling banyak dibicarakan adalah kemungkinan Kabupaten Ende bergabung dengan Provinsi Manggarai Raya, sebuah provinsi baru yang disebut-sebut akan mencakup wilayah-wilayah di bagian barat Pulau Flores yang memiliki kesamaan etnis dan budaya.

Jika ini terjadi, maka akan terbentuk poros kekuatan politik dan ekonomi baru di wilayah tengah dan barat Flores. Ende bisa memainkan peran penting sebagai penyeimbang antara wilayah barat dan timur Flores, serta menjalin sinergi dalam pembangunan pariwisata dan ekonomi lokal yang lebih berkeadilan.

Namun, secara administratif, langkah ini sangat kompleks. Pemekaran wilayah masih menghadapi moratorium dari pemerintah pusat, dan diperlukan kajian akademik serta political will dari berbagai pihak untuk merealisasikan perubahan ini. Belum lagi, aspek hukum dan persetujuan dari DPR serta Presiden menjadi tahap akhir yang krusial.

Menuju Kedaulatan Wilayah atau Sekadar Wacana Politik?

Wacana Kabupaten Ende keluar dari Provinsi NTT dan membentuk arah baru melalui provinsi berbasis budaya seperti Manggarai Raya adalah sebuah sinyal bahwa masyarakat semakin sadar akan hak otonomi dan pemerataan pembangunan. Ini bisa menjadi momentum emas untuk melakukan evaluasi besar-besaran terhadap sistem pemerintahan yang ada saat ini di NTT.

Namun, langkah ini tidak bisa diambil secara emosional. Harus ada kajian serius, diskusi publik yang sehat, dan kesiapan struktural di segala lini. Jika tidak, wacana ini hanya akan menjadi bagian dari siklus retorika politik yang tak pernah menjadi kenyataan.

Kabupaten Ende kini berdiri di persimpangan jalan sejarahnya. Apakah akan tetap menjadi bagian dari NTT dan mendorong perubahan dari dalam, atau memilih jalan baru yang lebih berani namun penuh tantangan? Hanya waktu, rakyat, dan pemimpin daerah yang bisa menjawabnya.***(Lisyah)

Posting Komentar untuk "NTT Dalam Kebimbangan: Wacana Pemisahan Kabupaten Ende ke Provinsi Baru Menggejolak"