Iran Gelora: Oposisi Dorong Aksi Jalanan, Reza Pahlavi Siap Memimpin Perubahan Politik
TEHERAN, menggapaiasa.com– Seruan untuk menggulingkan pemerintahan Republik Islam Iran kembali menguat. Kelompok-kelompok oposisi, baik yang berada di dalam maupun luar negeri, mendorong masyarakat untuk turun ke jalan.
Namun, di tengah ketegangan regional dan serangan Israel ke wilayah Iran, para aktivis dalam negeri justru menyuarakan kehati-hatian.
Putra mendiang Shah Iran, Reza Pahlavi, yang kini bermukim di Amerika Serikat (AS), menyebut bahwa momen transisi politik telah tiba. Dalam wawancara media pekan ini, ia menyatakan siap memimpin perubahan politik di Iran.
“Ini adalah kesempatan terbaik dalam empat dekade untuk menggulingkan Republik Islam. Ini adalah momen kita dalam sejarah,” ujarnya.
Seruan Pahlavi disambut oleh kelompok oposisi lain yang tersebar di luar negeri, termasuk organisasi separatis Kurdi dan Baluchi di wilayah perbatasan Iran.
Namun, panggilan untuk menggelar demonstrasi besar-besaran belum sepenuhnya mendapat dukungan dari masyarakat sipil di dalam negeri.
Kekhawatiran masyarakat sipil
Atena Daemi, aktivis HAM yang pernah dipenjara selama enam tahun di Iran, menilai kondisi saat ini tidak memungkinkan masyarakat turun ke jalan.
“Bagaimana mungkin orang-orang berdemonstrasi dalam situasi mengerikan seperti ini? Mereka hanya memikirkan keselamatan diri, keluarga, dan bahkan hewan peliharaan mereka,” kata Daemi.
Nada serupa disampaikan peraih Hadiah Nobel Perdamaian, Narges Mohammadi. Menanggapi imbauan Israel agar warga mengungsi dari beberapa wilayah Teheran, ia menulis dalam unggahan media sosialnya, “Jangan hancurkan kota saya.”
Dua aktivis lain yang diwawancarai Reuters di Iran juga menyatakan belum siap melakukan aksi massa.
Salah satunya adalah mahasiswa di Shiraz yang mengatakan, “Setelah serangan udara berakhir, kami akan bersuara. Rezim ini bertanggung jawab atas perang.”
Sementara itu, seorang mantan mahasiswa yang sempat dipenjara selama lima bulan usai protes tahun 2022 menyatakan ia mendukung perubahan rezim, namun menolak seruan demonstrasi dari luar negeri.
“Israel dan para pemimpin oposisi di luar negeri hanya memikirkan keuntungan mereka sendiri,” ujarnya.
Fragmentasi oposisi
Selain Reza Pahlavi, faksi oposisi lain yang cukup berpengaruh adalah Organisasi Mujahidin Rakyat Iran (MEK/MKO). Kelompok ini pernah menjadi kekuatan revolusioner pada era 1970-an, namun gagal merebut kekuasaan setelah penggulingan Shah Iran.
MEK masih menyisakan kontroversi. Kelompok ini dituduh berpihak pada Irak saat Perang Iran-Irak (1980–1988) dan dituding melakukan pelanggaran HAM serta menjalankan praktik mirip sekte di kamp-kamp mereka. Tuduhan tersebut telah dibantah oleh pihak MEK.
Dalam forum oposisi di Paris pekan ini, pemimpin Dewan Perlawanan Nasional Iran, Maryam Rajavi, menegaskan penolakannya terhadap kembalinya sistem monarki.
“Tidak untuk Shah, tidak juga untuk para mullah,” ujarnya.
Meski demikian, belum jelas seberapa besar dukungan masyarakat Iran terhadap kelompok-kelompok oposisi luar negeri tersebut. Banyak warga Iran yang terlalu muda untuk mengingat masa sebelum revolusi 1979, meskipun nostalgia terhadap era tersebut masih ada.
Akar gerakan protes
Selama hampir dua dekade terakhir, berbagai gelombang protes nasional di Iran muncul dengan beragam isu. Demonstrasi tahun 2009 dipicu dugaan kecurangan pemilu.
Tahun 2017, demonstrasi berfokus pada krisis ekonomi. Sementara pada 2022, kematian Mahsa Amini memicu protes besar terkait hak-hak perempuan.
Tokoh reformis Mir-Hossein Mousavi, yang menjadi simbol gerakan 2009, masih menjalani tahanan rumah hingga kini. Meski berusia 83 tahun, ia tetap menyuarakan reformasi dalam sistem, bukan penggulingan total.
Di sisi lain, rezim Iran juga terlihat bersiap menghadapi potensi gelombang demonstrasi. Mohammad Amin, anggota milisi Basij di Qom, mengatakan unitnya telah disiagakan untuk menangkal mata-mata Israel dan menjaga stabilitas Republik Islam Iran.
Meski aparat keamanan menjadi target serangan Israel, dampaknya turut dirasakan masyarakat sipil. Para aktivis menyebut kondisi ini menciptakan ketakutan mendalam sekaligus kemarahan terhadap pemerintah Iran maupun Israel.
Di tengah situasi perang Israel-Iran yang terus memanas, pertanyaan mengenai siapa yang akan memimpin gerakan rakyat, kapan waktu yang tepat untuk turun ke jalan, dan agenda perubahan seperti apa yang akan diperjuangkan masih belum terjawab.
Posting Komentar untuk "Iran Gelora: Oposisi Dorong Aksi Jalanan, Reza Pahlavi Siap Memimpin Perubahan Politik"
Posting Komentar