Diskusi Penting: Tantangan Kepelabuhanan dan Logistik Indonesia dalam Tengah Isu Geopolitik

Laporan Wartawan menggapaiasa.com, Gerald Leonardo Agustino
menggapaiasa.com, KELAPA GADING - Di tengah ketidakpastian global akibat konflik geopolitik, para pemangku kepentingan di sektor logistik dan kepelabuhanan Indonesia berkumpul untuk membahas ritme perdagangan tetap stabil dan kompetitif baik secara nasional maupun internasional.
Diskusi itu berlangsung dalam forum Focus Group Discussion (FGD) yang diinisiasi Goisto Consulting di Hotel Santika, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (18/6/2025).
FGD ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan menuju konferensi ASEAN Ports and Logistics 2025 yang akan digelar awal Juli mendatang.
Indonesia sebagai negara maritim semestinya punya keuntungan strategis ribuan pelabuhan, garis pantai terpanjang kedua di dunia, dan letak geografis di jalur silang perdagangan internasional.
Tapi realitanya, daya saing pelabuhan Indonesia masih tertinggal dibanding negara tetangga.
"Yang paling penting sekarang itu adalah ekosistem pelabuhan itu harus dibuat lebih dari sekadar pelabuhan sebagai pintu masuk barang saja," ujar Presiden Chartered Institute of Logistics and Transport (CILT) Indonesia, Iman Gandi Mihardja, dikutip Kamis (19/6/2025).
Ia mencontohkan negara seperti Vietnam dan Thailand yang sudah membangun pelabuhan sebagai bagian integral dari kawasan industri.
Jalan tol langsung tersambung ke pelabuhan, gudang tersedia di dalam area pelabuhan, dan arus barang mengalir tanpa hambatan.
Sementara di Indonesia, truk kontainer masih harus berjibaku di jalan-jalan umum yang padat dan sempit.
"Ya, bahwa ada bottleneck , susah barang keluar, susah masuk gitu ya. Pelabuhannya congested dan penuh. Nah yang harus dipikirin adalah bagaimana pelabuhan itu punya fasilitas dan infrastruktur yang memadai bukan hanya untuk kapal," ungkap Iman.
Iman juga menyinggung terkait isu geopolitik yang nyatanya juga berdampak pada alur masuk pelayaran kargo ke Tanah Air.
Konflik Israel-Iran misalnya, membuat sejumlah pelayaran internasional mengalihkan rute dari Laut Merah menuju Terusan Suez, kini harus dialihkan ke Tanjung Harapan di Afrika Selatan.
Dampaknya, waktu tempuh bertambah hampir dua minggu, dan biaya logistik melonjak drastis.
"Sudah ada dia deviasi tuh dari lewat Terusan Suez, sekarang lewatnya lewat South Africa tuh ke bawah gitu. Itu nambah waktu kurang lebih sekitar hampir 8-10 hari dengan biaya yang mungkin tidak sedikit," kata Iman.
Meski begitu, Iman menilai peluang masih terbuka lebar di kawasan Asia Pasifik, wilayah yang dinilainya relatif stabil secara politik dan penuh potensi ekonomi.
Ia mendorong pelaku logistik di Indonesia untuk mulai mengalihkan fokus ke perdagangan intra-kawasan yang lebih resilien terhadap gejolak global.
Namun, untuk bisa bersaing, bukan hanya rute yang harus diperhatikan, tapi juga infrastruktur domestik.
Sementara itu, Haikal Basagili, Co-Founder Goisto Consulting, mengingatkan bahwa Indonesia perlu bersikap lebih terbuka dan serius dalam menarik investasi global.
Menurut Haikal, Indonesia harus segera memperkuat ekosistem pelabuhannya, bukan hanya mempercantik fasilitas sandar kapal, tetapi memastikan arus logistik dari pelabuhan ke kawasan industri berjalan tanpa hambatan.
"Kita berharap industri pelabuhan logistik terus berkembang dan tentunya tidak cukup hanya dari pengusaha lokal. Pengusaha luar, investasi asing, kita harapkan bisa masuk. Dan mereka melihat Indonesia sebagai negara yang sangat strategis," ucap Haikal.
Ia juga menyebut pentingnya menjalin kolaborasi lintas sektor dan lintas negara sebagai upaya strategis dalam memperkuat posisi Indonesia di mata global.
Haikal menambahkan, FGD ini merupakan bentuk kolaborasi antara Goisto dan mitra seperti PT Pelindo, ABUPI (Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia), CILT (Chartered Institute of Logistics and Transport) Indonesia, dan Transport Events dari Malaysia.
"Tujuan besarnya adalah bagaimana kita mengkoneksikan seluruh stakeholder dalam satu kegiatan. Kami ingin menjahit kolaborasi, membangun awareness bahwa Indonesia adalah negara maritim dengan potensi logistik yang besar," kata Haikal.
Ia menyebut, merger Pelindo menjadi topik menarik dalam diskusi karena berdampak pada distribusi investasi yang kini lebih merata secara nasional.
Di sisi lain, keberadaan pelabuhan swasta yang tergabung dalam ABUPI juga perlu lebih dikenal publik maupun mitra internasional.
Haikal menyebut ASEAN Ports and Logistics 2025 akan diikuti sekitar 350 pembicara dari berbagai negara, 50 tenant pameran, serta dihadiri seribuan pengunjung.
Lebih dari 40 tenant dari Malaysia, Singapura, dan negara ASEAN lainnya telah mengonfirmasi keikutsertaan.
Posting Komentar untuk "Diskusi Penting: Tantangan Kepelabuhanan dan Logistik Indonesia dalam Tengah Isu Geopolitik"
Posting Komentar