Perhatian Khusus untuk DPRD Garut: Apa Gunanya Studi Banding Jika Etika Dilupakan? HMI Garut Berikan Penjelasannya

Priangan Insider - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut sekali lagi menarik perhatian. Terbukti, sampai paruh kedua tahun 2025, badan legislasi itu masih belum menyusun rancangan kode etika yang semestinya menjadi panduan utama untuk memelihara kesopanan dan martabat institusi mereka.

Kritikan tajam diajukan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Garut lewat Ketua Bagian PPD, Kang Pram, pada Rabu (21/5/2025) malam.

Menurut pernyataan dari Kang Pram, ia mengkritik sikap DPRD Garut yang seolah-olah lebih banyak sibuk dengan kunjungan kerja dan studi banding di luar wilayah setempat, tetapi meninggalkan tugas pokoknya sebagai wakil masyarakat.

"Bagaimanakah bisa DPRD beroperasi tanpa panduan etika yang pasti? Hal ini bukan sekadar kelalaian, tetapi juga merupakan wujud ketidakpedulian terhadap kewajiban hukum serta moral mereka," tegas Kang Pram.

Kelalaian yang Melanggar Aturan

Menurut Kang Pram, adanya kode etika adalah suatu keharusan dan bukan sekadar opsi; itu merupakan tanggung jawab hukum yang wajib dipenuhi oleh semua DPRD di seluruh Indonesia. Informasi tersebut secara eksplisit tertulis dalam berbagai peraturan yang menangani pengelolaan institusi legislatif.

- Peraturan Nomor 17 Tahun 2014 mengenai MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3)

Pasal 121 ayat (2): Tugas Badan Kehormatan DPRD adalah mengimplementasikan kode etika.

- Aturan Pemerintahan Nomor 12 Tahun 2018

Pasal 34: DPRD wajib memiliki kode etik sebagai bagian dari tata tertib untuk menjamin perilaku anggota dewan.

- Peraturan Tata Tertib DPRD Tingkat Daerah

Peraturan lokal yang wajib mengacu pada ketentuan nasional di atas.

Dengan tidak adanya kode etik hingga saat ini, DPRD Garut dianggap tidak hanya lalai tetapi juga berpotensi melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh perundang-undangan.

Desakan Penyusunan Secara Partisipatif

Kang Pram menggarisbawahi pentingnya menyusun kode etika dengan pendekatan yang mencakup semua pihak, termasuk para ahli, organisasi masyarakat sipil, dan jurnalis sebagai mitra krusial untuk memantau kegiatan publik.

"Jangan menunda hingga terjadi pelanggaran baru kemudian repot-repot menyusun kode etika. Kode etika tidak boleh menjadi alat untuk berpura-pura, melainkan dasar yang vital dalam memperkuat disiplin dan kewajiban," ujarnya.

Dia juga menekankan bahwa absennya kode etik dapat membuat peran Badan Kehormatan DPRD menjadi tidak seimbang. Tanpa dasar hukum yang pasti, tindakan terhadap wakil rakyat yang melanggar norma-norma etis menjadi sulit dilakukan.

Peringatan Tegas bagi DPRD Garut

Pada kesimpulannya, Kang Pram memberikan teguran keras kepada DPRD Garut untuk tidak mengabaikan kewajiban pembangunan sistem internal yang bersih dan transparan. Dia mendorong entitas tersebut bukan hanya unggah-unggahan wajah di depan publik, melainkan harus sungguh-sungguh menjadikan diri mereka teladan dalam hal keprofesionalan serta etika bernegara.

"Bila DPRD menginginkan kepercayaan publik, maka langkah pertama yang perlu diambil adalah dengan menyusun kode etik. Jika tidak, mereka cenderung tetap sebagai objek hiburan daripada panutan," demikian katanya. (***)

Posting Komentar untuk "Perhatian Khusus untuk DPRD Garut: Apa Gunanya Studi Banding Jika Etika Dilupakan? HMI Garut Berikan Penjelasannya"