Marinir Indonesia Berjuang di Negeri Rusia: Dibalik Motif Ekonomi dan Risiko Keamanan Nasional

Motif finansial diperkirakan menjadi penyebab utama mantan marinir Indonesia bergabung dengan dinas militer asing, sebuah situasi yang menurut pengamat militer mengancam keamanan nasional.
Alasan ekonomi diperkirakan menjadi faktor utama di balik keputusan seorang mantan anggota Marinir Indonesia yang memilih untuk bergabung dengan tentara Rusia dan terlibat dalam konflik melawan Ukraina.
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, memperingatkan bahwa situasi ini menciptakan kerentanan keamanan nasional, termasuk potensi kebocoran data rahasia.
"Bisa menimbulkan problem kebocoran data, kebocoran informasi, ada informasi-informasi yang sifatnya misalnya rahasia," kata Fahmi kepada wartawan Johanes Hutabarat yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Kamis (15/05).
Fahmi mengatakan meskipun ada "iming-iming kesejahteraan", tetapi pada keny thựcnya hal tersebut "tidak selalu memberi jaminan".
"Sejumlah besar tentara bayaran ditinggalkan, gagal mendapatkan upah mereka, atau malahan meninggal dunia tanpa memiliki identitas maupun status kebangsaan yang pasti," katanya.
Kasus Satriya Kumbara, mantan anggota Marinir Indonesia yang rajin mengunggah aktivitasnya dengan tentara Rusia di jejaring sosial, membuka pandangan tentang masalah tersebut.
Baru-baru ini, Satriya dipecat secara mencolok dari TNI AL dan kekewarganegeraannya telah dicabut karena dia bergabung dengan angkatan bersenjata asing tanpa persetujuan presiden.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengungkapkan bahwa langkah tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Akan tetapi, Satriya memberikan respons atas pengambilan keputusan pencopotan kewarganegaraannya melalui kritiknya terhadap pemerintahan saat itu.
Pihak yang sibuk melindungi pencuri uang rakyat dikarenakan kesibukan mereka sendiri. Sedangkan rakyatnya justru menjadi korban. nyari uang diluar negeri dengan passion dan skill sendiri diributin," kata Satriya dalam video pendek yang diunggah lembaga Indonesia Strategic dan Defense Studies, Kamis (16/05).
Cerita tentang Satriya mengundang diskusi seputar perekrutan warga negara Indonesia di tentara luar negeri serta dampaknya terhadap keamanan nasional Indonesia.
'Marinir Indonesia dahulunya kini berkonflik dengan Rusia.'
Sorotan terhadap Satriya Kumbara di media sosial menjadi awal terungkapnya isu mantan prajurit Indonesia yang terlibat dalam perang Rusia di Ukraina.
Melalui postingan di akun TikTok-nya, @zstorm689, Satriya mengungkapkan kegiatannya bersama tentara Rusia. Negara tersebut telah bertarung melawan Ukraina selama tiga tahun terakhir.
Pada beberapa postingan, terlihat Satriya memakai pakaian tentara dan berbaur dengan individu-individu dari bermacam-macam negara.
Di profil akun itu, Satriya menyatakan bahwa dia merupakan bagian dari "operasi militer khusus Rusia".
https://www.tiktok.com/@zstorm689/video/7501780113445424389?is_from_webapp=1&sender_device=pc
Postingan oleh Satriya di akun TikTok-nya yang telah mencapai jumlah lebih dari 9.000 pengikut mendapat respon dan komentar dari para pengguna media sosial.
Pada unggahan yang telah mendapat lebih dari 50.000 likes, Satriya memposting dua gambar. Salah satu gambarnya menampilkan dia dalam pakaian seragam abu-abu kehijauan sambil memberi thumb up, sedangkan gambar kedua menunjukkan penampilannya dengan pakaian dinas marinir berwarna putih dan topi pelangi.
"Sebelumnya adalah marinir [Indonesia], kini berperang bersama Rusia di Ukraina," demikian tulis Satriya dalam postingan itu.
BBC News Indonesia sudah berusaha untuk menghubungi Satriya dengan mengirimi pesan melalui akun TikTok-nya. Tetapi sampai artikel ini dipublikasikan, Satriya belum juga membalas.
Pecatan TNI
Setelah isu ini mencuat di media sosial, TNI langsung memberikan respon terkait sosok Satriya.
Pada pernyataan tertulis yang kami terima BBC News Indonesia, Pemimpin Badan Informasi Angkatan Laut, Laksamana Pertama TNI, I Made Wira Hdy Arsanta, mengatakan bahwa Satriya yang memiliki pangkat serda adalah seorang "pecetak" atau keluar tanpa penghargaan (KTU) dari satuan tempurnya.
Wira menyatakan bahwa Serda Satriya Arta Kumbara yang memiliki nomorregistrasi pokok (NRP) 111026 merupakan mantan bagian dari InspektoratKorps Marinir (Itkormar), dan dinyatakan sebagai "pengkhutangan atau desersiterhitung sejak tanggal 13 Juni 2022 hingga saat ini."
Berdasarkan keputusan Putusan Nomor 56-K/PM.II-08/AL/IV/2023 dari Pengadilan Militer II-08 Jakarta tanggal 6 April 2023, Satriya divonis 'penjara selama satu tahun ditambah hukuman pemecatan,' demikian jelas Wira.
Di sisi lain, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa kecitizen Indonesia Satriya secara otomatis hilang karena telah mendaftar di angkatan bersenjata asing.
"Bila ia tak memiliki persetujuan, secara otomatis kebangsaannyakan akan dicabut," ujar Supratman pada hari Rabu (14/05), sebagaimana dilaporkan tersebut. Kompas.com.
Pasal 23 butir d dan e dari UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki kewarganegaraan Indonesia namun ikut mendaftar dalam angkatan bersenjata asing tanpa mendapatkan izin dari presiden, akan kehilangan statusnya sebagai warga negara Indonesia.
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri mengatakan bahwa Satriya tidak pernah direkam sebagai pendatang di Rusia.
"KBRI tidak memiliki catatan resmi tentang kunjungan tersebut ke Rusia," ujar Jubir Kementerian Luar Negeri, Rolliansyah Soemirat.
Motif ekonomi
Khairul Fahmi, pengamat militer dan founder dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), mengatakan bahwa alasan ekonomi merupakan salah satu pendorong utama bagi tentar Indonesia untuk ikut bergabung dengan angkatan bersenjata asing.
Fahmi menyebutkan bahwa "ketimpangan upah" di antara anggota tentara dapat memicu mereka untuk meninggalkan TNI.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 2024, upah dasar untuk seorang perwira tingkatan serda layaknya Satriya terletak di kisaran angka Rp2.272.100 sampai dengan Rp3.733.700.
Di samping itu, menurut Fahmi, terdapat suatu keadaan dalam kalangan tentara dimana anggota bintara dan tamtama memilih untuk meninggalkan TNI ketika mereka masih berusia produktif dengan tujuan mencari kesempatan hidup yang lebih baik.
Fahmi mengatakan bahwa ketika mereka masih cukup bugar dan produktif, mereka dapat melakukan kegiatan yang memperbaiki kondisi kesehatannya melalui aktifitas bisnis diluar institusi TNI.
Namun demikian, Khairul tidak mengesampingkan adanya factor lain yang mendorong mereka ingin bergabung dalam perang di luar negeri, seperti hasrat untuk menerapkan kemampuan yang dimiliki.
"Mereka menjadi prajurit tetapi sepertinya kami tak pernah bertarung," tegas Fahmi.
"Kemungkinan besar mereka berpikir bahwa mereka belum sepenuhnya tumbuh dan berkembang sesuai harapan dari apa yang didapatkan atau dirasakan di negara asal mereka," jelasnya.
Apa perkiraan upah bagi mereka yang bertugas di organisasi luar negeri?
Fahmi merekam gaji tentara bayaran atau mercenary tergantung pada negara tempat ditempatkan, tipe konflik, serta risikonya, keahlian tentara, dan lama penugasan.
Fahmi sempat mengatakan bahwa orang-orang yang berpartisipasi dalam perusahaan militer swasta, seperti kelompok Wagner dari Rusia atau Blackwater dari Amerika Serikat, dapat menerima upah hingga ribuan dolar AS setiap bulan, tergantung pada posisi yang diemban.
Berdasarkan data dari ISESS tahun 2015, anggota yang berpartisipasi dalam kedua perusahaan tersebut dapat memperoleh pendapatan rata-rata antara US$5.000 hingga US$10.000 (setara dengan sekitarRp82 juta sampai Rp164 juta) setiap bulannya, sesuai dengan posisi serta pengalaman militer mereka.
Pada situasi dengan intensitas pertempuran yang tinggi, penghasilan mereka dapat meningkat hingga US$15.000-USD$20.000 (kira-kira Rp246-Rp329 juta) setiap bulan, khususnya bagi para ahli militer dan instruktur.
Berdasarkan perhitungan hari ini, Fahmi mengatakan bahwa kemungkinan besar "pendapatannya dapat meningkat."
Saat berada di medan perang, upah mereka dapat meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan saat dalam keadaan damai. standby-force [pasukan siaga]."
Fahmi mengatakan bahwa terdapat pula pekerjaan berstatus "volunteer asing" yang menerima insentif antara US$1.000-US$3.000 atau setara dengan kisaranRp16 juta hingga Rp49 juta.
Fahmi mengatakan bahwa tidak semua orang diikat oleh kontrak formal atau memiliki perlindungan asuransi dan keamanan.
Kelompok yang tidak sah atau separatis ini mungkin memiliki gaji lebih rendah, berkisar antara US$300-US$1.000 (setara dengan sekitar Rp4,9 juta hingga Rp16 juta per bulan), namun dilengkapi dengan janji insentif berupa hasil rampasan atau akses ekonomi pasca konflik," terangkan Fahmi.
Fahmi mengatakan meskipun ada janji kekayaan, kenyataannya tidak selalu demikian.
"Sejumlah besar tentara bayaran ditinggalkan, gagal mendapatkan upah mereka, atau malahan meninggal dunia tanpa memiliki identitas maupun status kewarganegaraan yang pasti," katanya.
Sebelumnya, seperti yang dijelaskan dalam laporan BBC bulan Maret tahun 2022, terdapat pula hal ini sebagai lowongan bagi bekas tentara luar Ukraina yang memiliki kemampuan lebih dari satu bahasa untuk membantu penyelamatan warga Ukraina, dengan iming-iming gaji US$1.000-US$2.000 (sekitar Rp16 juta-Rp32 juta) per hari ditambah bonus.
Risiko 'kebocoran data'
Fahmi melihat tindakan Satriya memiliki potensi untuk "memotivasi para tentara serta mantan personel yang telah pensiun atau diberhentikan dengan berbagai alasan."
Menurut Fahmi, kesempatan ini menjadi lebih terbuka, tidak terlepas dari situasi geopolitik global yang melibatkan berbagai konflik.
"Meningkatkan frekuensinya setelah Perang Teluk," ujar Fahmi.
Termasuk pertentangan-pertentangan yang melibatkan Amerika Serikat, sebagian besar juga memanfaatkan layanan dari perusahaan militer swasta. (Private Military Company), " kata Fahmi.
Fahmi berpendapat bahwa jika jumlah prajurit Indonesia yang mendaftar di militer asing meningkat, hal itu dapat membuka peluang untuk bertukar informasi dengan negara lain.
Menurutnya ini adalah sesuatu yang berpotensi membahayakan untuk Indonesia.
"Masalah seperti bocornya data atau kehilangan informasi dapat terjadi, khususnya jika ada detail penting atau rahasia yang tersedia untuk dipergunakan orang lain, hal tersebut tentunya memiliki nilai besar," jelas Fahmi.
Tudingan Keterlibatan Warga Negara Indonesia dalam Konflik Ukraine-Rusia
Sebelum adanya informasi mengenai mantan anggota Marinir Indonesia yang bertempur bagi Rusia dalam konflik Ukraina, ada dugaan bahwa warga negara Indonesia terlibat dalam pertikaian antara Rusia dan Ukraine pada tahun 2024 tersebut.
Marshall 2024, Kedutaan Agung Rusia di Jakarta menyatakan 10 WNI mengikuti tentara Indonesia. Keempatnya meninggal karena diserang oleh Rusia.
Sementara itu, media Rusia, The Moscow Times, juga menyebutkan tentang keterlibatan tersebut tiga WNI bersama satuan Batalion Armenia, yang bertempur bagi Rusia di Ukraina.
Informasinya ini diperoleh dari pernyataan tertulis yang ada di saluran Telegram milik batalion tersebut.
Akan tetapi, pada waktu itu kedutaan besar Republik Indonesia di Moskow menyatakan bahwa mereka tidak memiliki pengetahuan tentang kabar tersebut.
- Apakah Rusia membohongi penduduk asing yang kurang mampu untuk bertempur di Ukraina?
- "Merdeka atau mati" - pemuda-pemudi Ukraina terinspirasi oleh pertempuran untuk kemerdekaan Indonesia
- sembilan warga negara Indonesia yang 'tersandung' di Chernihiv, berhasil dievakuasi setelah melalui proses selama 22 hari yang 'amat sulit'.
- Ketua Wagner meninggalkan Rusia usai menghentikan rombongan menuju Moskow
- Wagner, Prigozhin, Putin, dan Shoigu: Pertarungan sengit yang mencetuskan pemberontakan
- Klaim pasukan bersenjata swasta Wagner menyatakan menguasai Bakhmut, Ukraina menyangkal hal tersebut.
- Rusia menyatakan ada 10 warga negara Indonesia yang bekerja sebagai 'prajurit bayaran' di Ukraina, dengan empat orang di antaranya sudah meninggal.
- Testimoni Warga Negara Indonesia di Ukraina: 'Kamilah Diberikan Peta Bunker Sebagai Sarana Keamanan'
- Dampak Perang Rusia-Ukraina terhadap Indonesia - Biaya Mi Instan dan Suku Bunga Mungkin Naik
Posting Komentar untuk "Marinir Indonesia Berjuang di Negeri Rusia: Dibalik Motif Ekonomi dan Risiko Keamanan Nasional"
Posting Komentar