Apa Itu Helikopter Parenting? Inilah Cara Menghindarinya

menggapaiasa.com, JAKARTA - Setiap orang tua Tentu saja mau menyediakan hal terbaik untuk buah hati mereka. Akan tetapi, harapan tersebut sering kali menjebak para orangtua dalam pola asuh yang sangat otoriter dan protektif, disebut juga dengan gaya parenting ala 'helicopter parent'.

Walaupun ditujukan untuk memberi bantuan, gaya pengasuhan seperti itu malah bisa menahan kemandirian dan perkembangan emosi sang anak. Lantas, apakah sesungguhnya yang dimaksud sebagai parental hovering atau penjemputan helikopter tersebut dan cara mengelakkannya bagaimana?

Apa itu Helikopter Parenting?

Dilansir dari parents.com , Jumat (2/5/2025), pengasuhan helikopter Mengacu pada pola asuh orang tua yang sungguh-sungguh melindungi dan terlampau sibuk mengatur hidup buah hati mereka.

Orang tua yang memiliki pola asuh seperti itu biasanya selalu 'melayang-melayang' di sekeliling anak-anaknya, memantau dan menyetir banyak hal dalam hidup anak-anak tersebut sampai kadang-kadang dapat membahayakan pertumbuhan mereka.

Para orangtua ini berupaya menyederhanakan semua hal untuk anak-anaknya; namun, terkadang perbuatan mereka malah mencegah anak-anak itu mempelajari cara-cara bertahan dan mengatasi rintangan kehidupan dengan independen.

Penyebab Pengasuhan Helikopter

1. Kekhawatiran Mengenai Dampak Yang Besar

Para orangtua kerap cemas bahwa putra dan putri mereka mungkin menemui kekecewaan atau ditolak, sepeti tak lolos seleksi tim olahraga atau gagal pada proses pewawancara pekerjaan. Karena itu, mereka berpikiran untuk mendukung serta memastikan agar anak-anaknya terlindungi dari situasi-situasi yang dapat menyebabkan kekalahan tersebut.

Tetapi, menurut para pakar, sebagian besar dampak negatif yang khawatirkan oleh orangtua, misalnya kesedihan atau kesusahan, bisa jadi merupakan pengalaman berharga untuk sang anak.

2. Perasaan Cemas

Kekhawatiran para orangtua tentang kondisi ekonomi, lapangan pekerjaan, serta lingkungan yang tak pasti bisa memicu mereka untuk mencoba mengendalikan berbagai aspek dalam hidupnya. anak. Mereka berpikir penting untuk menjaga anak-anak terlepas dari kemungkinan penderitaan atau kekecewaan, percaya bahwa mereka bisa mencegah anak-anak tersebut menghadapi tantangan.

3. Perasaan Diabaikan pada Masa Kanak-kanak

Sebagian individu dewasa yang merasakan ketidakcukupan kasih sayang saat masih kanak-kanak mungkin akan mencoba membalaskan hal tersebut kepada anak-anaknya. Meski niatnya baik, seringkali metode ini menjadi berlebihan hingga akhirnya menghalangi pertumbuhan si buah hati secara sehat.

4. Tekanan yang Datang dari Orang Tua lain

Tekanan sosial pun merupakan elemen signifikan. Apabila para orangtua menyaksikan bahwa sejumlah besar orangtua lain sangat mengambil bagian dalam kehidupan buah hati mereka, maka dorongan bagi mereka untuk berbuat serupa akan timbul.

Perasaan bersalah yang timbul dari komparasi tersebut biasanya menyebabkan para orangtua merasa wajib menjadi lebih aktif, meskipun hal itu bisa memicu pola asuh yang berlebihan. Perasaan bersalah ini juga bisa menciptakan ketidakseimbangan dalam pendidikan anak, di mana orangtua cenderung selalu ingin ada bagi buah hati mereka.

Bagaimana Agar Tidak Memiliki Parenting Helicopter?

1. Tidak perlu melakukan segalanya sendiri untuk mereka

Dilansir dari eehealth.org, Jumat (2/5/2025), izinkan anak Anda melaksanakan tanggung jawabnya berdasarkan umurnya tanpa campur tangan terus-menerus. Hanya membantu ketika sangat dibutuhkan. Apabila mereka dapat mengatasi suatu hal secara mandiri, doronglah untuk mencoba sendirinya.

2. Izinkan mereka merasakan ketidaknyamanan

Mengizinkan anak merasakan kesulitan dapat membantu mereka dalam pengembangan keterampilan belajar dan pertumbuhan. Melalui menghadapi tantangan tersebut, anak-anak belajar untuk menangani kegagalan dengan lebih matang.

3. Jangan menyelamatkan mereka

Upayakan agar tidak selalu menjadi orang yang menolong anak ketika mereka mengalami konsekuensi dari pilihannya sendiri. Bila mereka kelupaan membawa instrumen musiknya ke sekolah, biarkan saja dan jangan segera mengantarinya.

4. Dengarkan mereka

Jangan menekan harapan atau prinsipmu kepada anak-anak. Mintalah saran dari mereka serta hindari mencela walaupun kamu tak sependapatan. Mari biarkan mereka merumuskan tujuan hidup dan aspirasi masing-masing.

5. Biarkan mereka gagal

Sekilas kedengarannya ganjil, tapi kegagalan adalah hal yang wajar dan sering terjadi. Jika anak Anda mengalaminya, dampingi mereka melaluinya. Dengan begitu, mereka akan memahami perasaan gagal dan mendapatkan kemampuan untuk berdiri kembali serta mencobanya sekali lagi.

6. Jangan menyembunyikan kekeliruan mereka

Apabila sang buah hati melanggar aturan, serahkanlah kepada mereka untuk menanggung akibat perbuatannya sendiri. Hindari intervensi kecuali bila Anda yakin bahwa sanksi yang diberikan terlalu berlebihan. Sebagai contoh, jangan usahauntuk menyelamatkan mereka dari dampak negatif ataupun memberi izin absen di sekolah hanya gara-gara belum mengerjakan pekerjaan rumah.

7. Berikan teknik untuk menangani tekanan mental

Dukung perkembangan pengelolaan emosi pada anak melalui pembicaraan tentang perasaan serta tanggapan mereka. Beri tahu cara-cara menangani tekanan, misalnya dengan bernafas dalam-dalam, melakukan meditasi, memutar lagu favorit, menggambar menggunakan crayon, atau mencoba gerakan yoga.

8. Dorong berpikir mandiri

Anda dapat melakukan diskusi serta menyusun strategi bersama-sama, namun jangan segera mengerjakan permasalahan yang ada. Ajaklah mereka untuk mencari jawaban dan membuat keputusan secara mandiri sehingga mereka akan belajar untuk percaya pada pertimbangan pribadi mereka.

9. Hargai kekurangan anak Anda

Ketika Anda mengakui ketidaksempurnaan anak, hal itu akan mendorong mereka untuk memanfaatkan kemampuan diri mereka sendiri dalam meraih cita-cita.

10. Sediakan contoh yang positif

Sajikan sebuah kasus yang melibatkan penggunaan teknik positif dalam menangani perasaan dan tindakan ketika sedang kesal. Mendorong si kecil agar dapat menghormati sudut pandang pihak lainnya.

Menjadi orangtua tidak berarti harus senantiasa hadir untuk memecahkan setiap permasalahan anak. Sebaliknya, tanggung jawab orangtua ialah memberi bekal kemampuan pada anak agar dapat menghadapi kehidupan secara independen.

Posting Komentar untuk "Apa Itu Helikopter Parenting? Inilah Cara Menghindarinya"