Lahan Luas Tidak Selalu Baik: Mengapa Produksi Bawang Merah Cirebon Malah Menurun?

menggapaiasa.com , CIREBON - Produksi bawang merah Di Kabupaten Cirebon terdapat pengurangan yang berlangsung selama dua tahun belakangan ini, walaupun ada kenaikan dalam hal luas area pertanian.

Menurut data dari Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, hasil panen bawang merah mencapai 34.301,9 ton di tahun 2023 namun turun menjadi 32.099,4 ton pada tahun berikutnya yaitu 2024. Meskipun demikian, selama periode tersebut area tanam untuk bawang merah malah naik dari total 3.121 hektar hingga 3.205 hektar.

Kelima kecamatan yang merupakan pusat produksi utama bawang merah di Cirebon adalah Pabedilan, Losari, Pabuaran, Gebang, dan Waled. Berikut rincian hasil panennya: Pabedilan sebanyak 8.723 ton, Losari mencapai 8.260 ton, Pabuaran dengan output 4.350 ton, Gebang berkontribusi sebesar 4.164 ton, serta Waled menyumbangkan 2.231 ton.

Maman Suherman, seorang petani bawang merah dari Kecamatan Losari, menunjukkan bahwa perubahan iklim dan fenomena cuaca tidak normal merupakan penyebab penting penurunan hasil pertanian. Dia menjelaskan bahwa kondisi cuaca ekstrim yang dimulai diakhir tahun 2023 telah memicu kegagalan panen pada banyak tanaman bawang.

"Umumnya musim hujan tiba pada bulan November atau Desember, namun kali ini tertunda dan hanya mulai teratur pada Januani. Selain itu, suhu yang sangat tinggi menyebabkan banyak tanaman membusuk di bagian umbinya," jelas Maman, Senin (28/4/2025).

Meman berpendapat, di luar kondisi iklim, serangan hama seperti thrips dan ulat grayak menjadi semakin parah dibandingkan tahun-tahun yang lampau. Usaha mengontrol populasi hama menggunakan pestisida kurang begitu berhasil, malahan meningkatkan beban biaya bagi para petani.

"Pada setiap musim, harga penyemprotan dapat meningkat antara 20 hingga 30 persen. Umumnya hanya memerlukan 6 sampai 8 kali penyemprotan, namun kini bisa mencapai 10 kali. Produksi hasil taninya pun menjadi lebih sedikit," katanya dengan nada kesal.

Penurunan hasil panen menyebabkan kenaikan harga bawang merah di pasar. Bagi para petani, harga jual bawang merah sekarang mencapai Rp 30.000 per kilogram, meningkat dariRp 17.000perkilogramdiwaktuyangsamidenganperiodeluatakhirtaunlalu.

Namun, menurut Maman, kenaikan harga tidak otomatis membuat petani untung lebih besar. Sebab, biaya produksi, termasuk pupuk, pestisida, dan tenaga kerja, juga ikut melonjak.

"Berdasarkan perhitungan, laba bersih kita saat ini ternyata lebih rendah dibandingkan dengan periode dua tahun silam. Sebagian besar hanya mampu memulangkan modal atau malahan mengalami kerugian," jelas Maman.

Dia menyebutkan bahwa banyak petani kecil yang terpaksa memotong lahan tanaman mereka di musim mendatang akibas dari keterbatasan dana.

Maman beserta para petani lain juga menekan Pemkab Cirebon untuk menyusun skema dukungan peralatan pertanian bagi petani bawang merah, mencakup subsidi bibit berkualitas serta pembinaan dalam mengelola penyakit dengan cara yang terintegrasi.

Di samping itu, terdapat usaha untuk mengembangkan sistem asuransi petani agar dapat mengurangi resiko kegagalan panen.

Pada waktu yang sama, para petani menginginkan pemerintah menjadi lebih fokus dalam menyelesaikan masalah pendistribusian pupuk bersubsidi yang sekarang terbatas serta harganya tinggi. Selain itu, mereka mendesak dibuatnya waduk kecil dan sumur penyerap agar dapat melindungi pasokan air pada area tanaman bawang merah tersebut.

Walaupun mengalami pengurangan dalam hal produksinya, pangsa pasar bawang merah di Cirebon masih dipandang sebagai peluang yang menjanjikan. Kebutuhan lokal terus meningkat, mulai dari pemenuhan keperluan keluarga, pedagang pasar tradisional, sampai sektor manufaktur produk pangan.

"Bila kualitas tetap terjamin, potensi untuk mengekspor produk ini sangat besar. Saat ini yang perlu kita lakukan adalah mempertahankan serta meningkatkan proses produksinya," ungkap Maman.

Posting Komentar untuk "Lahan Luas Tidak Selalu Baik: Mengapa Produksi Bawang Merah Cirebon Malah Menurun?"