Kripto vs Emas: Mana Lebih Tahan Banting Saat Pasar Kacau?

Pergerakan beberapa aset investasi menjadi sangat fluktuatif – sejak Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, memberlakukan kebijakan tarif dasar impor ke beberapa negara dunia, termasuk Indonesia. Baik saham, kripto, hingga emas, kini bahkan menunjukkan tingkat volatilitas tinggi. Dalam situasi seperti ini, investor tentu mulai kebingungan dan mencari aset paling efektif untuk melindungi kekayaan mereka dari potensi penurunan.

Beberapa pandangan menyatakan bahwa Bitcoin saat ini dapat berfungsi sebagai safe haven dalam kondisi pasar saat ini. Ini setelah harga Bitcoin melonjak lebih dari 12 persen dalam sepekan terakhir dan kini berada di atas 94 ribu dolar AS. Pasar bahkan merespons positif, dengan ekspektasi bahwa Bitcoin akan segera menembus level psikologis 100 ribu dolar AS.

“Pernyataan Trump menjadi katalis kuat bagi lonjakan harga Bitcoin,” ujar Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, dalam keterangan resmi dikutip Tirto, Selasa (29/4/2025).

Donald Trump, sebelumnya sempat mengumumkan lima mata uang kripto untuk dimasukkan ke dalam cadangan strategis AS yang baru, yang membuat nilai pasarnya melonjak. Trump, menyebut, Kelompok Kerja Presiden untuk Pasar Aset Digital sedang mempertimbangkan lima aset kripto sebagai cadangan strategis. Kelima aset digital itu, yakni Bitcoin, Ethereum, XRP, Solana, dan Cardano.

Trump bahkan mengunggah postingan lain dan mengatakan mata uang kripto berharga lainnya termasuk Bitcoin dan Ether akan berada di jantung cadangan. Bitcoin, mata uang kripto terbesar di dunia berdasar nilai pasar saat itu naik sekitar 8 persen di level 90.828 dolar AS. Sementara Ether, mata uang kripto terbesar kedua, naik 8,3 persen menjadi 2.409 dolar AS.

“Pasar kini menantikan kelanjutan negosiasi dagang, namun satu hal jelas, kripto menjadi salah satu aset dengan performa terbaik dalam iklim ketidakpastian ini,” ujar Fyqieh Fachrur.

Kondisi ini, mencerminkan pandangan yang semakin populer di kalangan investor dan pengambil kebijakan yang mulai melihat aset kripto sebagai bagian dari strategi diversifikasi portofolio. Dalam situasi global yang penuh tekanan baik akibat ketegangan geopolitik, inflasi, maupun kebijakan moneter yang agresif, maka Bitcoin dinilai masih memiliki potensi untuk menjadi safe haven digital layaknya emas di era sebelumnya.

Pengamat Mata Uang, Ibrahim Assuaibi, tak menampik bahwa perkembangan kripto saat ini memang tidak terlepas dari dukungan Elon Musk di Pemerintahan Trump. Elon Musk disebut menjadi salah satu orang yang berpengaruh yang secara terang-terangan mendukung teknologi mata uang kripto dan blockchain.

Pada 8 Februari 2020 misalnya, Bitcoin berkali-kali diborong oleh Tesla sebesar 1,5 miliar dolar AS dan pihaknya dikabarkan akan menerima mata uang kripto sebagai alat pembayaran produknya. Tak butuh lama sejak saat itu, harga Bitcoin melonjak lebih dari 10 persen dan mencapai rekor tertinggi sebesar 58 ribu dolar AS.

“Salah satu brand ambassador di aset Kripto adalah Elon Musk. Kemudian Elon Musk dikabarkan masuk ke pemerintahan Trump terjadi fluktuasi, disitulah harga aset kripto sedikit lebih baik,” ujar Ibrahim saat dihubungi Tirto, Selasa (29/4/2025).

Jika melihat perkembangan kripto di Indonesia, trennya terbilang positif. Pengguna aset kripto sampai dengan akhir Februari 2025 jumlah mencapai 13,31 juta pengguna. Angka ini meningkat dibanding pengguna pada Januari 2025 yaitu 12,92 juta.

Kendati meningkat, nilai transaksi aset kripto pada Februari 2025 seturut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar Rp32,78 triliun. Angka ni menurun dibandingkan transaksi pada Januari 2025 yang mencapai Rp44,07.

Dari segi industri kripto pun tetap menunjukkan pertumbuhan positif. Data dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan pajak dari transaksi aset kripto mencapai Rp1,21 triliun hingga Februari 2025. Angka tersebut mencerminkan pertumbuhan yang pesat dalam transaksi aset digital sejak 2022.

Jika dirinci berdasarkan tahun, penerimaan ini berasal dari Rp246,45 miliar pada 2022, Rp220,83 miliar pada 2023, Rp620,4 miliar pada 2024, dan Rp126,39 miliar pada awal 2025.

Kripto Masih Belum Bisa Jadi Safe Haven?

Namun sayangnya, menurut Ibrahim kripto belum bisa dikatakan sebagai instrumen atau investasi yang safe haven. Terlebih Bank Central Swiss pun tengah menolak aset kripto dijadikan sebagai aset manajemen.

“Karena kalau orang mau melakukan aset kripto sebagai safe haven itu perlu ada jaminan tiga kali lipat. Karena fluktuasi aset kripto itu cukup luar biasa,” ujarnya.

Menurut Ibrahim, aset kripto itu hanya dimanfaatkan oleh pengusaha-pengusaha besar saja untuk mencairkan dana dari luar negeri ke Indonesia. Sehingga, aset-aset kripto ini sebenarnya tidak bisa dikatakan masuk sebagai lindung nilai aset manajemen.

“Saya kira masih jauh Karena belum ada kesepakatan bank sentral global tentang masalah aset kripto ini,” jelas dia.

Sepaham dengan Ibrahim, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, juga tidak melihat Bitcoin ini menjadi safe haven seperti layaknya emas. Hal ini karena Bitcoin masih sangat volatile secara pergerakan harga.

“Saya masih melihat komoditas yang menjadi safe haven cenderung mempunyai harga yang tidak labil, seperti emas ataupun tanah,” ujar dia kepada Tirto, Selasa (29/4/2025).

Menurut Huda, Bitcoin masih sangat tergantung event seperti halving bitcoin ataupun komentar dari beberapa tokoh, seperti Elon Musk. Bitcoin juga masih rawan pencurian terutama yang menggunakan hot wallet.

“Selain itu, cold wallet juga tidak mempunyai sistem ketika wallet-nya hilang. Jadi risikonya masih cukup tinggi dan belum tepat dijadikan sebagai safe haven.”

Bagaimana dengan Emas?

Dalam beberapa tahun terakhir, emas menjadi primadona bagi investor karena terus mencetak rekor harga tertinggi, bahkan mendekati Rp2 juta per gram. Pada perdagangan Selasa (29/4/2025) ini, harga emas dunia dibuka mencapai 3.345 dolar AS. Ini didorong oleh melemahnya dolar dan meningkatnya ketegangan dagang antara AS dan Cina, yang membuat investor memburu aset safe haven seperti emas.

Perang dagang antara AS dan Cina belakangan memanas setelah kedua negara saling balas memberlakukan tarif tinggi. AS kini mengancam tarif hingga 245 persen terhadap impor dari Cina, sementara Cina terakhir kali menetapkan tarif sebesar 125 persen. Meskipun Cina menyatakan tidak akan menaikkan tarif lebih lanjut, ketidakpastian global tetap tinggi. Kondisi ini mendorong investor untuk melirik emas sebagai aset lindung nilai jangka panjang yang aman di tengah gejolak ekonomi dan politik dunia.

“Emas menjadi pilihan investasi paling stabil di tengah ketidakpastian market sekarang,” ujar Chief Marketing Officer Nanovest, Jovita Widjaja, dalam keterangannya kepada Tirto, dikutip Selasa (29/4/2025).

Transaksi emas fisik digital khususnya di Indonesia diketahui terus menunjukkan lonjakan signifikan di tengah ketidakpastian ekonomi global. Data terbaru dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat, pada Januari 2025 saja, nilai transaksi emas fisik digital telah mencapai Rp5,29 triliun, meningkat 195,59 persen dibandingkan Januari 2024.

Sedangkan volume transaksi mencapai 3,67 ton, naik 3,45 persen dari bulan sebelumnya. Tahun 2024 pun mencatatkan total transaksi senilai Rp53,3 triliun dengan volume 43,9 ton — melonjak masing-masing 556 persen dan 430 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Selain data nasional, peningkatan minat terhadap emas digital juga tercermin dari aktivitas pengguna di aplikasi Nanovest. Pada Januari 2025 saja, total volume transaksi emas di platform ini melonjak sekitar 381 persen dibandingkan bulan Januari 2024. Lonjakan ini mencerminkan pertumbuhan minat yang sangat kuat terhadap emas digital sebagai alternatif investasi yang relevan dan mudah diakses oleh masyarakat luas.

“Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan tensi perang dagang, inilah saat yang tepat bagi investor untuk melihat peluang investasi,” ujar Jovita.

Pada akhirnya, emas masih lebih layak disebut safe haven. Kripto mungkin menjanjikan masa depan, tetapi untuk peran sebagai pelindung nilai, jalannya masih panjang.

Disclaimer: Artikel ini tidak bermaksud mengajak atau menggiring pembaca untuk berinvestasi baik di kripto maupun emas. Tirto membuat informasi ini melalui analisis, tidak dipengaruhi pihak manapun, dan bukan merupakan rekomendasi, ajakan, usulan ataupun paksaan untuk melakukan transaksi. Pilihan investasi ada di tangan Anda.

Posting Komentar untuk "Kripto vs Emas: Mana Lebih Tahan Banting Saat Pasar Kacau?"