5 Kasus Pelecehan Seksual Dari Kalangan Pendidik Ternama, Termasuk Guru Besar UGM

menggapaiasa.com,Jakarta - Kasus kekerasan seksual Yang mencakup Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Edy Meiyanto, telah menjadi sorotan masyarakat luas. Kejadian tersebut sekali lagi mengangkat masalah peningkatan perilaku tidak senonoh dalam komunitas akademis dan ikut memperpanjang daftar kasus serupa yang melibatkan insan pendidikan dari perguruan tinggi.

Setelah dinyatakan bersalah atas kasus pelecehan seksual terhadap sekitar selusin mahasiswa, Rektornya dijatuhi hukuman. UGM Namun menghentikan Edy Meiyanto dari posisi dosen. Pihak yang melakukan tindakan tersebut dipandang telah melanggar kode etik dosen serta Pasal 3 Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023 terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di UGM.

Saat ini, para korban mengharapkan Kemendikti Saintek untuk bertindak tegas dengan menerapkan hukuman dalam bentuk mencabut status pejabat tersebut sebagai Pegawai Negeri Sipil atau PNS.

Sebelumnya, telah tercatat beberapa insiden pelecehan seksual yang menyeret akademisi atau para pemimpin kampus dalam lingkup institusi pendidikan. Apa sajakah itu? Mari kita telisik lebih jauh.

1. Penyalahgunaan Kata-kata oleh Dosen UNJ

Seorang dosen dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), bergelar DA, disebut-sebut telah melakuken pelecehan seksual lewat pesan teks berisi rayuan atau sexting pada beberapa mahasiswinya. Insiden ini menjadi perbincangan hangat di platform media sosial sesudah seseorang pengguna internet membagikan screenshot obrolan antara dirinya dan sang dosen dalam unggahan @AREAJULID tentang kasus chatting mesum oleh dosen terhadap siswa wanitanya.

Pada tangkapan layar tersebut, contohnya, DA menyatakan "I Love U" kepada seorang mahasiswa yang memintanya untuk mendapatkan bimbingan. Dosen ini bahkan dengan jelas mengundang calon istrinya itu untuk menikahi mangsanya. Terhadap mahasiswi lain, DA bahkan bersikeras supaya dia dapat datang ke tempat tinggal si korban.

Kepala Media Humas UNJ Syaifudin menyebutkan bahwa telah ada sejumlah pengaduan dari para mahasiswa wanita terkait dosen bernama awalan DA. "Sekolah menerima beberapa laporan komplain ini, setelah itu dilanjutkan tindakan lebih lanjut oleh pihak sekolah dan akhirnya disipliner pada individu tertentu menurut aturan yang sedang aktif," ungkap Syaifudin saat diwawancara Tempo, hari Selasa tanggal 8 Desember 2021.


2. Penyalahgunaan Seksual Dekan UNRI

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Riau (UNRI), Syarif Harto, diduga melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap seorang mahasiswa bimbinya bernama L pada bulan November tahun 2021. Informasi ini menjadi viral sesudah sang korban memposting sebuah video melalui akun Instagram @komahi_UR yang mendeskripsikan pengalamannya menerima perlakukan tidak senonoh itu.

Korbannya melaporkan bahwa insiden yang tak terduga ini terjadi pada hari Rabu, tanggal 27 November 2021 sekitar jam 12:30 Waktu Indonesia Bagian Barat ketika dia sedang menerima bantuan untuk penelitian skripsinya. Setelah sesi pembinaan usai, korban menunjukkan kalau Syafri Harto sempat meremas bahumu dan mendekatkan tubuhnya. Kemudian sang pelaku memegang kepalamu sambil mencium pipi bagian kiri beserta dahi Anda.

Dia pun sempat mengangkat kepalanya lalu bertanya, "Di mana bibir? Di mana bibir?" katanya. Korban kemudian mendorong sang pelaku dan segera melarikan diri dari kampus dengan rasa ketakutan.

Kemudian korban mendokumentasikan insiden tersebut kepada Polresta Pekanbaru. Ditreskrimum Polda Riau pun meresmikan Syafri Harto sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelecehan terhadap mahasiswinya yang ditutupi, sesaat setelah mereka mengumpulkan bukti-bukti serta meminta keterangan beberapa orang saksi pada hari Kamis tanggal 18 November tahun 2021 lalu.

Meskipun begitu, hakim di Pengadilan Negeri Pekanbaru menyatakan bahwa Syarif tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum atas tuduhan pemerkosaan. Menurut hakim, kedua aspek dakwaan—primer maupun sekunder—tidak terbukti. Akibatnya, Syarif dinyatakan bebas dari semua tuduhannya.

3. Kebrutalan Seksual Oleh Rektor Universitas Pancasila

Rektor Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno telah dilaporkan kepada Polda Metro Jaya serta Mabes Polri karena diduga melakukan tindakan kekerasan seksual di area kampusnya. Lapornya diajukan oleh dua orang korban dari Edie yang bernama RZ dan DF. Menurut pengakuan RZ dalam laporannya tersebut, ia menjadi saksi peristiwa pelecehan seksual pada bulan Februari tahun 2023 ketika pelaku meneleponnya untuk bertemu di ruangan dengan alasan berkaitan dengan urusan kerja.

Ketika dipanggil, si pelapor tidak memiliki rasa khawatir tertentu dan langsung menuju ruangan tersangka. Akan tetapi, setelah mendengar instruksi yang diberikan oleh tersangka, tiba-tiba saja tersangka mencium pipi pelapor, menyebabkan pelapor menjadi terkejut dan diam seketika. Tersangka pun memohon agar dapat meneteskan obat matanya. Kemudian dalam posisi dekat satu sama lain, tersangka mulai mengusap-usap payudara pelapor.

Segera setelah itu, pelapor keluar dari ruangan untuk memberitahu atasan. Akan tetapi, tanggal 20 Februari 2023, pelapor justru menerima surat pindah tugas beserta hukuman turun pangkat menuju Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pancasila. Menghadapi hal ini, si pelapor menganggap dirinya dirugikan karena tak diberi ucapan permohonan maaf; oleh sebab itu, ia pun memutuskan untuk menulis pengaduan kepada Polda Metro Jaya.

Setelah lebih dari 15 bulan tanpa adanya kemajuan yang jelas, para pengacara korban, Yansen Ohoirat dan Amanda Manthovani, mengadukan kinerja penyidik Polda Metro Jaya kepada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) pada tanggal 9 April 2025. Mereka merasa bahwa investigasi berlangsung dengan sangat lambat serta tim penyidik kurang professional dalam menanganinya sebagai sebuah kasus penyalahgunaan seksual. "Perkara ini sekitar 15 bulan terjadi tanpa ada perubahan," ujar Yansen melalui pesan pendek kepada Tempo, hari Rabu, 9 April 2025.

4. Penyalahgunaan Seksual oleh Dosen di UNM

Menurut informasi dari situs LBH Makassar, seorang mahasiswi yang mengejar pendidikan di Universitas Negeri Makassar (UNM) diduga mengalami pelelangganan seksual fisik oleh dosen dan juga pembimbing akademiknya selama pelaksanaan Ujian Akhir Semester (UAS). Kejadian tersebut berlangsung pada bulan Mei tahun 2024 ketika korban sedang berada di semester kedua.

Ujian tersebut diselenggarakan secara verbal di tempat tinggal sang mahasiswa. Sebelum pemantapan dimulai, korban diajak untuk memijat pengawas ujiannya. Ketika proses ujian sedang berlangsung, si pelaku menuntun korban agar masuk ke ruangan tamunya dan bersandar di sisinya, tetap melanjutkan percakapan ujian oral. Kemudian, pelaku berkali-kali mencoba mengganggu korban dengan menyentuh tubuh serta area sensitif korban. Usaha ini ditolak oleh pihak korban sehingga ia memilih untuk pergi lebih awal.

Perilaku mirip itu muncul lagi ketika korban sudah berada di semester ketiganya, tepatnya pada Oktober 2024. Individu bersangkutan sekali lagi mengharapkan korban untuk memijatnya sebelum mereka mereview materi perkuliahan yang diajar oleh sang tersangka. Hal ini terus berlanjut hingga bulan November. Korban merasa tertekan dan sulit menolak permintaan tersebut lantaran ancaman bahwa ia bisa mendapatkan penilaian rendah dari pengajar yang sama dalam mata kuliah yang ditanganinya.

Akibat peristiwa tersebut, korban beserta sejumlah mahasiswa lainnya mengajukan laporan terhadap sang dosen kepada SPKT POLDA Sulawesi Selatan pada tanggal 28 Januari 2025. Pelaporan ini didukung dan difasilitasi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar yang juga membantu korban dalam mengejar keadilan atas perlakuan tidak senonohnya.

5. Kebrutalan Seksual oleh Dosen Senior di UGM

Melansir dari laporan Tempo berjudul “ Kekerasan Seksual oleh Dosen Senior di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada ," Edy Meiyanto diduga menghinakan mahasiswa Strata 1, Strata 2, dan Strata 3 ketika mereka menyelesaikan pembimbingskripsian, pengerjaantesis, dan penyusunandisertasi. Kejadian tersebut terjadi di lingungan kampus, kediamanEdydiseputarkananMinomartani,Sleman,dansebagaikelopoktempatpenelitiannya.

Ada 15 mahasiswa yang melaporkan kasus mereka kepada Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Korban menyatakan bahwa terdapat dugaan adanya tindakan kekerasan verbal yang belum termasuk dalam catatan Satgas PPKS.

Jumlah total kasus yang tercatat di dokumen pekerjaan dan dilaporkan oleh para korban mencakup 33 insiden. Beberapa korban mengaku telah menghadapi kekerasan lebih dari sekali. "Sekarang tidak perlu lagi menyembunyikan hal ini di kampus. Siapa pun juga sudah memahaminya," ungkap salah satu korban.

Guru besar yang sering kali memberikan ceramah di mesjid tersebut diduga melakukan pemijatan pada tangan, menarik rambut mahasiswi melewati penutup kepalanya, menyentuh pipi serta wajah si mahasiswi, dan bahkan mencium pipi mereka ketika berada di kediamannya. Seluruh korban dalam kasus ini menggunakan penutup kepala.

Di lingkungan kampus, caranya adalah dengan memintakan kepada mahasiswa untuk mengecek tekanan darah agar pelaku dapat berinteraksi secara fisik dengan korban. Penyerang ini juga mendorong korban untuk mengirim gambar serta memaksanya untuk terlibat dalam komunikasi diluar jam kerja formal, termasuk pada waktu malam hari.

Sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan, Edy dipecat dari jabatan pengajarnya di UGM. Saat ini, puluhan orang yang menjadi korbannya telah memohon kepada Kemendikti Saintek supaya bersikap tegas terhadap Edy dengan mencabut status Pegawai Negeri Sipil-nya. Informasi tentang dia tengah mengerjakan proses registrasi untuk bisa melanjutkan kegiatan ajaranya di perguruan tinggi lain membuat mereka semakin khawatir. Dengan dicabutnya status PNS tersebut oleh otoritas terkait, para korban bermaksud ingin memberikan dampak peneguran bagi pelaku serta meredam potensi kemungkinan dirinya lagi-lagi dapat menjadikan seseorang sebagai mangsa selanjutnya.

Inspektur Jenderal Kemendiktisaintek, Chatarina Muliana Girsang, menyampaikan bahwa kementerian telah mempercayakan tugas kepada UGM untuk mendirikan sebuah tim pengecekan dalam area kampus. Ia juga berharap agar tim dari UGM dapat menyelesaikan tugasnya sebelum minggu ke-keempat bulan April tahun 2025. "Kita berupaya supaya semua proses ini rampung pada pertengahan sampai akhir bulan April," ungkap Chatarina.

Posting Komentar untuk "5 Kasus Pelecehan Seksual Dari Kalangan Pendidik Ternama, Termasuk Guru Besar UGM"