15 Tahun Bantu Warga, Jembatan Perahu Haji Endang Kini Terancam Ditutup BBWS

menggapaiasa.com– Jembatan perahu milik Muhammad Endang Junaedi atau Haji Endang yang sudah berdiri selama 15 tahun di atas Sungai Citarum, Karawang, Jawa Barat, terancam ditutup.
Dalam unggahan di akun Instagram resmi BBWS Citarum, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (@pu_sda_citarum) pada Senin (28/4/2025), disebutkan jembatan yang menghubungkan Desa Anggadita, Kecamatan Klari, dan Desa Parungmulya, Kecamatan Ciampel, itu tidak memiliki izin resmi.
Spanduk peringatan yang menyebut jembatan tersebut tidak memiliki izin melintasi sungai dipasang BBWS Citarum pada Sabtu, 26 April 2025.
Dalam spanduk itu tertulis dasar hukum berupa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
“Berdasarkan UU Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, jembatan ini tidak memiliki izin melintasi sungai,” bunyi spanduk tersebut.
Unggahan resmi akun Instagram BBWS Citarum pada Senin (28/4/2025) menyatakan bahwa pembangunan dan pengoperasian jembatan perahu tanpa izin melanggar peraturan yang berlaku.
BBWS juga menekankan bahwa keberadaan jembatan tersebut dinilai berpotensi mengganggu fungsi alami sungai, terutama saat debit air meningkat atau terjadi banjir.
Namun, pada Selasa (29/4/2025), spanduk tersebut diturunkan oleh warga sekitar.
Respons Haji Endang
Menanggapi peringatan tersebut, Haji Endang bersikap santai. Ia mengaku terbuka terhadap kritik dan siap berdialog, namun mempertanyakan alasan jembatannya yang dipersoalkan.
"Itu gak ada kerjaan, BBWS kan punya pemerintah, kita kan masyarakat, yang penting gak merusak lingkungan," kata Endang saat ditemui di jembatan perahu, Selasa (29/4/2025).
Endang menyebut bahwa jembatannya memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB).
"Walaupun saya izin sebenarnya ada yah, boleh lah anggap saya ilegal, tapi manfaatnya banyak, dibilang dia berbayar, saya kan bukan baru sekarang udah 15 tahun berjalan," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa tarif Rp 2.000 yang dikenakan pada pengendara digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti perawatan jembatan, jalan, penerangan, hingga gaji karyawan.
"Kalau menutup pikirkan dong dampak terhadap masyarakat sini yang orang kerja," tambahnya.
Endang mengungkapkan, jembatan tersebut awalnya adalah perahu eretan yang ditarik manual untuk menyeberangkan kendaraan roda dua, terutama para pekerja pabrik di kawasan industri.
Kini, jembatan perahu itu dilengkapi ponton dan melayani ribuan kendaraan setiap harinya.
Ia juga mempertanyakan alasan BBWS hanya memasang spanduk di jembatannya, padahal menurutnya ada jembatan serupa di lokasi lain.
"Di sini sudah banyak yang bikin kaya gini, nyontoh saya, tapi saya lihat saya cek cuma saya aja, yang lain gak ada. Ada unsur apa ini?" katanya.
Meski demikian, Endang menegaskan dirinya tidak ingin berprasangka buruk.
"Untuk edukasi kepada keluarga, saudara se-tanah air, mungkin di lingkungan ada kaya gini, bisa dimanfaatkan," ujarnya.
Pengaruh Ekonomi dan Sosial
Keberadaan jembatan perahu ini dinilai sangat membantu mobilitas masyarakat, khususnya para pekerja yang harus mengejar waktu.
Salah satu pengguna, Nugraha, mengaku sangat terbantu.
"Membantu, tidak apa-apa bayar Rp 2.000," katanya.
Menurutnya, tanpa jembatan itu, ia harus memutar dengan jarak tempuh yang jauh lebih lama.
"Kalau memutar lumayan lama," tambahnya.
Pengendara lainnya, Muhammad, pekerja di kawasan Surya Cipta, juga menyampaikan kekhawatirannya jika jembatan ditutup.
"Kalau telat takut kena sanksi," ujarnya.
Ia berharap persoalan ini dapat diselesaikan secara bijak. “Kalau bisa jangan ditutup, diselesaikan antara kedua pihak bagaimana baiknya,” katanya.
Selain membantu mobilitas, jembatan ini juga mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.
Menurut Endang, UMKM di sekitar jembatan mulai tumbuh sejak jembatan beroperasi. Warung-warung bermunculan di sepanjang akses jembatan.
Endang pun menekankan bahwa 40 pekerja yang terlibat dalam operasional jembatan adalah warga sekitar.
"Sekarang yang kerja 40 orang, belum keluarga, anak. Harus ditutup? Dari mana (penghasilan)? Apa suruh ngegarong anak buah saya, jadi perampok. Nah itu logika aja, pemerintah gak sembarangan," kata Endang. (Penulis: Kontributor Karawang Farida Farhan)
Posting Komentar untuk "15 Tahun Bantu Warga, Jembatan Perahu Haji Endang Kini Terancam Ditutup BBWS"
Posting Komentar